Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto mencabut empat izin usaha pertambangan (IUP) di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Sebanyak empat IUP itu adalah milik PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), dan PT Nurham.
Adapun, pencabutan izin tambang itu menyusul maraknya desakan publik dan hasil penyelidikan internal yang dilakukan oleh sejumlah kementerian.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan, Prabowo telah memutuskan mencabut empat IUP di Raja Ampat berdasarkan pertimbangan matang. Pencabutan berlaku mulai hari ini, Selasa (10/6/2025).
"Bapak Presiden memutuskan, memperhatikan semua yang ada, mempertimbangkan secara komprehensif, Presiden memutuskan bahwa empat IUP di luar Pulau Gag, itu dicabut," tutur Bahlil.
Sementara itu, izin tambang PT Gag Nikel di Pulau Gag tidak dicabut.
Berikut daftar 4 izin tambang di Raja Ampat yang dicabut:
1. PT Anugerah Surya Pratama (ASP)
ASP memiliki izin tambang di Pulau Manuran dengan luas konsesi 1.173 hektare (ha). Padahal, Pulau Manuran hanya memiliki luas 746,88 ha dan termasuk pulau kecil.
Hal ini bertentangan dengan Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Adapun, perusahaan ini memiliki status penanaman modal asing (PMA) dan merupakan anak usaha dari PT Wanxiang Nickel Indonesia, yang terafiliasi dengan grup tambang asal China, Vansun Group.
Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) mencatat, ASP melakukan kegiatan pertambangan di Pulau Manuran seluas 746 hektare tanpa sistem manajemen lingkungan dan tanpa pengolahan air limbah larian.
Hal ini terbukti pada saat dilakukan pengawasan ditemukan kolam settling pond jebol akibat curah hujan tinggi. Dari visual menggunakan drone terlihat pesisir air laut terlihat keruh akibat sedimentasi.
2. PT Kawei Sejahtera Mining (KSM)
Operasi tambang nikel KSM berada di Pulau Kawe. Perusahaan memiliki konsesi seluas 5.922 ha. KSM juga pernah berproduksi mencapai 1,3 juta wet metrik ton.
Perusahaan itu memiliki izin usaha pertambangan (IUP) berdasarkan Keputusan Bupati Raja Ampat Nomor 210 Tahun 2013 tentang Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Kepada PT Kawei Sejahtera Mining.
Adapun, PT KSM diduga terafiliasi dengan sejumlah nama besar dari kalangan grup konglomerasi. Berdasarkan hasil penelusuran Bisnis dari Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum (AHU Kemenkum), pemilik manfaat atau beneficial owner (BO) PT KSM adalah Susanto Kusumo, Richard Halim Kusuma, dan Alexander Halim Kusuma.
Susanto Kusumo tercatat sebagai Komisaris Utama PT Pantai Indah Kapuk Tbk. (PANI). Laporan Tahunan PANI 2024 mengungkap bahwa Susanto memiliki hubungan keluarga dengan komisaris, presiden direktur, dan wakil presiden direktur perseroan. Presiden Direktur PANI adalah Sugianto Kusuma alias Aguan.
Baca Juga
Sementara itu, Alexander dan Richard adalah putra dari Sugianto Kusuma alias Aguan, pemilik Grup Agung Sedayu. Alexander tercatat duduk di bangku direksi bersama dengan ayahnya di PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk. (PANI). Aguan menjabat Direktur Utama dan Alexander menjadi Wakil Direktur Utama.
Sedangkan, Richard Halim Kusuma, tercatat sebagai Komisaris di PANI, Komisaris di PT Erajaya Swasembada Tbk. (ERAA) serta Komisaris Utama di anak usaha PANI, PT Bangun Kosambi Sukses Tbk. (CBDK).
Berdasarkan catatan KLH, KSM memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) dan telah melaksanakan kegiatan pembukaan lahan pada 2023 dan operasional penambangan bijih nikel pada 2024. Penambangan berada di blok C dengan luas lahan yang ditambang 89,29 hektare.
Menurut KLH, KSM terbukti membuka tambang di luar izin lingkungan dan di luar kawasan PPKH seluas 5 hektare di Pulau Kawe. Aktivitas tersebut telah menimbulkan sedimentasi di pesisir pantai.
Selain itu, di wilayah KSM ditemukan dugaan terjadinya sedimentasi pada akar mangrove yang diduga berasal dari areal stockpile, jetty dan sedimentasi di area outfall sediment pond Salasih dan Yehbi.
3. PT Mulia Raymond Perkasa (MRP)
MRP memiliki konsesi tambang nikel di Pulau Batang Pele dan Pulau Manyaifun seluas 2.193 ha.
KLH mencatat MRP tidak memiliki PPKH. Adapun perusahaan memulai kegiatan eksplorasi pada tanggal 9 Mei 2025 di area Pulau Batang Pele Kabupaten Raja Ampat dengan membuat sejumlah 10 mesin bor coring untuk pengambilan sampel coring.
Pada saat verifikasi lapangan, hanya ditemukan area camp pekerja eksplorasi di area MRP. KLH telah mengenakan sanksi administrasi paksaan pemerintah dan denda administratif atas pelanggaran melakukan kegiatan tanpa persetujuan lingkungan.
4. PT Nurham
PT Nurham memiliki konsesi tambang nikel seluas 3.000 ha di Yesner Waigeo Timur.
Hingga saat ini, tidak terdapat informasi publik yang menyatakan bahwa PT Nurham aktif memproduksi nikel.
PT Nurham terdaftar dalam sistem pengadaan elektronik Pemerintah Provinsi Papua, namun detail mengenai jumlah paket yang dimenangkan atau nilai kontrak tidak tersedia secara publik