Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Risiko Efek Berantai usai Moody's Pangkas Peringkat Utang AS

Penurunan peringkat utang AS memperburuk kekhawatiran investor tentang bom waktu utang yang berisiko menghapus status obligasi AS sebagai aset 'safe haven'.
Senin, 19 Mei 2025 | 08:40
Gedung-gedung di Manhattan terlihat dari puncak observatorium One Vanderbilt di Manhattan, New York City, AS, 14 April 2023./Reuters
Gedung-gedung di Manhattan terlihat dari puncak observatorium One Vanderbilt di Manhattan, New York City, AS, 14 April 2023./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Pemangkasan peringkat utang pemerintah Amerika Serikat oleh Moody’s memperkuat kekhawatiran pasar terkait membengkaknya defisit fiskal dan potensi dampak berantai terhadap biaya pinjaman nasional, baik sektor publik maupun swasta.

Melansir Reuters, Senin (19/5/2025), Moody’s menurunkan peringkat kredit AS satu tingkat pada Jumat (16/5), ke level Aa1 dengan prospek negatif.

Ini menjadikan Moody’s lembaga terakhir dari tiga pemeringkat utama yang mengambil langkah tersebut setelah Fitch (2023) dan Standard & Poor’s (2011). Lembaga itu mengutip kekhawatiran atas lonjakan utang AS yang kini mencapai US$36 triliun.

Langkah Moody’s datang di tengah perdebatan panas di Kongres atas “Big Beautiful Bill” — proposal kebijakan Presiden Donald Trump yang menggabungkan pemangkasan pajak, kenaikan belanja, dan pengurangan jaring pengaman sosial. RUU ini diperkirakan akan menambah triliunan dolar ke dalam tumpukan utang negara.

Meski Gedung Putih mendorong persatuan untuk mendukung RUU tersebut, ketidakpastian isi dan dampaknya membuat pasar gelisah.

Kepala Strategi Pasar BMO Private Wealth Carol Schleif mengatakan penurunan peringkat oleh Moody’s ini akan membuat investor lebih berhati-hati. Pasar obligasi akan sangat memperhatikan apakah RUU ini mencerminkan disiplin fiskal atau sebaliknya.

"Saat Kongres membahas 'RUU yang besar dan indah', para pengawas obligasi akan mengawasi ketat agar mereka mematuhi aturan fiskal yang bertanggung jawab," katanya.

Spencer Hakimian, pendiri Tolou Capital Management di New York, menuturkan, penurunan peringkat dari Moody's, yang mengikuti langkah serupa dari Fitch pada 2023 dan Standard & Poor's pada 2011, pada akhirnya akan menyebabkan biaya pinjaman yang lebih tinggi untuk sektor publik dan swasta di Amerika Serikat.

Namun, Gennadiy Goldberg dari TD Securities mengatakan pemangkasan ini tak akan memicu aksi jual besar-besaran karena sebagian besar dana telah merevisi pedoman investasinya sejak 2011.

Masalah fiskal makin mencuat setelah Congressional Budget Office memperkirakan RUU Trump berpotensi menambah defisit hingga US$5,2 triliun pada 2034, terutama jika klausul sementara diperpanjang. Moody’s juga skeptis bahwa proposal fiskal terbaru akan cukup signifikan untuk membalikkan tren defisit.

Indikasi kekhawatiran pasar terlihat dari naiknya term premium pada obligasi 10 tahun — mencerminkan permintaan imbal hasil lebih tinggi akibat risiko fiskal.

“Pasar tampaknya tidak percaya bahwa pemerintah mampu memangkas defisit secara material,” ujar Anthony Woodside dari Legal & General Investment Management.

Sementara itu, Gedung Putih menepis kekhawatiran dan menyebut langkah Moody’s sebagai politis. Harrison Fields, asisten khusus Presiden, mengatakan para ahli “salah seperti saat mereka meremehkan dampak tarif Trump.”

Direktur komunikasi Steven Cheung juga menyerang Moody’s melalui media sosial, menyasar ekonom Mark Zandi yang dianggap anti-Trump. Zandi, dari Moody’s Analytics, menolak berkomentar.

Di sisi lain, Barclays melihat peluang pengurangan defisit lebih kecil dari prediksi sebelumnya. RUU yang diusulkan saat ini diperkirakan menambah defisit “hanya” US$2 triliun dalam 10 tahun — lebih rendah dibandingkan proyeksi awal sebesar US$3,8 triliun.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper