Bisnis.com, JAKARTA — Presiden China Xi Jinping terus mengasah strategi globalnya dalam persaingan dagang dengan Amerika Serikat, kali ini dengan mempererat hubungan ekonomi dengan negara-negara Amerika Latin dan Karibia (LAC).
Melansir Bloomberg, dalam forum tingkat menteri China-Community of Latin American and Caribbean States di Beijing, Selasa (13/5/2025), Xi menjanjikan jalur kredit sebesar 66 miliar yuan atau setara US$9,2 miliar untuk mendukung pembangunan di kawasan tersebut.
Xi juga mengumumkan pembebasan visa bagi lima negara di wilayah itu, meski tidak merinci negaranya. Ia menegaskan bahwa China dan negara-negara LAC bersama-sama mendorong multilateralisme sejati dan menolak dominasi sepihak.
“Bersama-sama, China dan negara-negara LAC memperjuangkan multilateralisme sejati dan menjunjung tinggi keadilan dan kejujuran internasional,” kata Xi seperti dikutip Bloomberg, Rabu (14/5/2025).
Tanpa menyebutkan nama negara mana pun, dia mengatakan bahwa perang dagang tidak memiliki pemenang dan bahwa penindasan atau hegemonisme hanya mengarah pada isolasi diri.
Pernyataan tersebut adalah komentar publik pertama oleh pemimpin China sejak Beijing mendapatkan pengurangan tarif impor Amerika Serikat (AS) sementara, lebih baik dari yang diharapkan, pada Senin (12/5/2025).
Baca Juga
Upaya ini mencerminkan ambisi Beijing untuk memantapkan perannya sebagai pemimpin Global South dan memperluas pengaruhnya di belahan bumi barat. Xi menjanjikan peningkatan impor dari LAC dan mendorong arus investasi China di sektor-sektor strategis, seperti infrastruktur dan manufaktur.
Namun, dia tidak menyinggung kekhawatiran terkait kelebihan kapasitas industri yang mendorong negara-negara seperti Brasil, Meksiko, dan Kolombia menerapkan tarif protektif atas baja asal China.
Sejak berdiri pada 2014, forum ini telah menjadi panggung diplomasi ekonomi antara China dan 33 negara anggota LAC, termasuk Brasil, Kolombia, dan Chili. Lebih dari selusin negara kawasan telah bergabung dalam prakarsa Belt and Road China, yang membawa investasi besar untuk proyek-proyek seperti pelabuhan Chancay di Peru dan sistem metro Bogotá.
China juga telah menjalin perjanjian perdagangan bebas dengan Chili, Peru, Kosta Rika, dan Nikaragua. Tahun lalu, perdagangan China dengan LAC tembus US$500 miliar untuk pertama kalinya—melonjak lebih dari 40 kali lipat sejak 2000.
Tak lama setelah pengumuman gencatan senjata tarif 90 hari, sekelompok perusahaan China menyampaikan komitmen investasi senilai 27 miliar real Brasil (sekitar US$4,7 miliar), termasuk pembangunan pabrik semikonduktor oleh Shenzhen Longsys Electronics, serta ekspansi Mixue Group dan layanan pengantaran makanan Keeta dari Meituan.
Meski demikian, langkah Beijing ini tak luput dari sorotan Washington. Pemerintahan Presiden Donald Trump memperkuat tekanan balik terhadap ekspansi China. Menteri Pertahanan Pete Hegseth bersumpah akan membatasi pengaruh China atas Terusan Panama, sementara Menteri Keuangan Scott Bessent meminta Argentina mengurangi ketergantungan pada pinjaman China.
Dalam pidatonya, Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva menegaskan bahwa masa depan Amerika Latin harus ditentukan oleh rakyatnya sendiri.
“Bukan tergantung pada Xi Jinping, bukan pada AS, bukan pula pada Eropa. Semua tergantung apakah kita ingin menjadi besar atau terus menjadi kecil,” tegas Lula.