Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Trump Kembali Desak Bos The Fed untuk Pangkas Suku Bunga

Presiden AS Donald Trump kembali mendesak Jerome Powell agar segera menurunkan suku bunga setelah data inflasi April 2025 lebih rendah dari perkiraan pasar.
Presiden AS Donald Trump menggelar konferensi pers di Rose Garden, White House pada Rabu (2/4/2025) terkait pemberlakuan tarif impor pada mitra dagang AS di seluruh dunia, serangan terbesarnya terhadap sistem ekonomi global yang telah lama dianggapnya tidak adil. Fotografer: Jim Lo Scalo / EPA / Bloomberg
Presiden AS Donald Trump menggelar konferensi pers di Rose Garden, White House pada Rabu (2/4/2025) terkait pemberlakuan tarif impor pada mitra dagang AS di seluruh dunia, serangan terbesarnya terhadap sistem ekonomi global yang telah lama dianggapnya tidak adil. Fotografer: Jim Lo Scalo / EPA / Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali mendesak Ketua Federal Reserve Jerome Powell agar segera menurunkan suku bunga, menyusul rilis data inflasi April 2025 yang lebih rendah dari perkiraan pasar.

“Tidak ada inflasi. Harga bensin, energi, bahan makanan, dan hampir semua kebutuhan lainnya TURUN!!! The Fed harus memangkas suku bunga, seperti yang dilakukan Eropa dan China. Apa masalah Powell yang selalu terlambat?” tulis Trump melalui akun media sosialnya, dikutip Bloomberg, Rabu (14/5/2025).

Trump menilai kebijakan moneter yang diambil The Fed tidak sejalan dengan kesiapan ekonomi AS untuk tumbuh lebih cepat.

“Biarkan semuanya berjalan, hasilnya akan menjadi indah!” ujarnya.

Pernyataan itu muncul setelah laporan inflasi terbaru menunjukkan indeks harga konsumen (IHK) hanya naik 0,2% pada April—lebih rendah dari proyeksi untuk bulan ketiga berturut-turut.

Barang-barang yang selama ini diperkirakan paling terdampak oleh tarif justru mencatatkan kenaikan harga yang relatif ringan. Sementara itu, harga di sektor jasa seperti tiket penerbangan, penginapan, dan hiburan juga mengalami penurunan—indikasi turunnya permintaan terhadap konsumsi non-esensial.

Meski demikian, para ekonom memperingatkan bahwa dampak kenaikan tarif kemungkinan baru akan terlihat dalam beberapa bulan ke depan. Hal ini membuat The Fed diperkirakan masih akan menahan diri untuk tidak buru-buru memangkas suku bunga.

Pelaku pasar saat ini memperkirakan bank sentral akan mempertahankan suku bunga pada pertemuan Juni dan Juli, sebelum kemungkinan memangkasnya pada September dan Desember.

Trump sendiri meremehkan risiko inflasi dan kekurangan pasokan yang dipicu oleh kebijakan tarif agresifnya. Pemerintahannya telah memberlakukan tarif global sebesar 10% terhadap hampir seluruh mitra dagang, dan masih mengancam dengan bea tambahan terhadap sektor-sektor utama.

Namun, data April belum mencerminkan dampak penuh dari kebijakan tersebut. Banyak barang impor yang masuk ke pasar AS masih berasal dari pengiriman sebelum tarif diberlakukan. Sejumlah pelaku usaha juga memilih menyerap biaya tambahan untuk menjaga daya beli konsumen di tengah kekhawatiran ekonomi.

“Perkiraan kami menunjukkan tekanan inflasi akan meningkat pada Juni dan Juli seiring mulai dikenakannya tarif. Para ekonom dan pejabat The Fed masih mencermati perkembangan secara hati-hati,” kata Michael Hanson, ekonom JPMorgan Chase & Co.

Di sisi lain, harga bahan makanan justru menunjukkan penurunan terbesar sejak 2020 — menjadi kabar menggembirakan bagi warga AS yang sedang berjibaku dengan tekanan ekonomi.

Penurunan ini sebagian besar disebabkan anjloknya harga telur—terbesar dalam empat dekade terakhir—menyusul berkurangnya kasus flu burung yang sempat melambungkan harga ke level tertinggi di awal tahun. Komoditas pangan lain seperti bacon, ayam, dan beras juga mengalami koreksi harga.

Trump secara konsisten menonjolkan turunnya harga bensin dan kebutuhan pokok lainnya untuk membantah narasi inflasi, meski dirinya tidak menampik bahwa kebijakan tarif bisa menekan permintaan konsumen.

Tarif balasan yang lebih tinggi terhadap sekitar 60 negara dan Uni Eropa saat ini masih ditahan pada level 10% hingga Juli. Namun, jika tidak ada kesepakatan dagang, tarif bisa kembali dinaikkan. Trump sempat mengumumkan kenaikan tarif pada April, namun menundanya guna memberi waktu bagi negosiasi lebih lanjut.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper