Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar dolar AS dan kontrak berjangka saham Amerika Serikat menguat setelah adanya kemajuan dalam negosiasi dagang dengan China yang berlangsung di Swiss.
Dilansir dari Bloomberg, pada pekan lalu dolar Amerika Serikat (AS) menikmati kenaikan mingguan terbesarnya sejak akhir Maret 2025, tetapi masih mengalami awal tahun terburuk—setidaknya alam dua dekade terakhir. Indeks Spot Dolar Bloomberg tercatat turun 6% sepanjang tahun berjalan.
Para pedagang spekulatif, termasuk hedge funds dan manajer aset, membangun posisi yang semakin bearish terhadap dolar AS berdasarkan data Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas di Negeri Paman Sam itu.
Kini, indeks dolar AS bergerak menguat ke rentang 100,6, sejalan dengan kemajuan yang terjadi dalam pembicaraan dagang antara AS dengan China, terkait tarif resiprokal yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent dan Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer, yang berbicara setelah dua hari negosiasi di Jenewa, mengatakan bahwa akan memberikan keterangan lebih lanjut, tetapi sejauh ini belum terdapat hasil yang memuaskan bagi pihak AS.
"Perbedaannya tidak sebesar yang diperkirakan," ujar Greer pada Minggu (11/5/2025) waktu AS, dilansir dari Bloomberg.
Baca Juga
Pejabat China yang turut menyampaikan hasil pertemuan itu dalam pengarahan terpisah, menyebut bahwa pembicaraan kedua pihak mencapai tahap pembangunan berkelanjutan yang baik bagi hubungan China-AS.
Pasar telah menghapus sebagian besar kekhawatiran setelah pemberlakuan tarif resiprokal dalam Hari Pembebasan Trump atau Trump Liberation Day, karena Donald Trump menunda pemberlakuan tarif itu. Namun, investor tetap waspada dan terus mencermati berbagai komentar, terutama yang terjadi antara dua ekonomi terbesar dunia: China dan AS.
Kepala penelitian dan strategi G-10 FX di Credit Agricole, Valentin Marinov, menilai bahwa deeskalasi ketegangan perdagangan, ekonomi, dan geopolitik dapat meningkatkan sentimen risiko pasar.
"Perkembangan terbaru dapat menjadi keuntungan bagi aset dan mata uang yang berkorelasi dengan risiko dan pukulan bagi mata uang safe haven seperti yen, franc Swiss, dan bahkan euro," ujar Marinov, dilansir dari Bloomberg.
Berstatus sebagai aset safe haven tradisional, obligasi pemerintah AS (US Treasuries) tercatat merosot sejak awal April 2025. Imbal hasil obligasi 30 tahun tercatat naik menjadi 4,83% pada Jumat (9/5/2025) dari level terendah pada awal April 2025 sebesar 4,41%.
Adapun, kontrak berjangka S&P 500 dan Nasdaq 100 naik lebih dari 1%. Sementara itu, harga minyak naik dan harga emas turun.
Wall Street berakhir dengan catatan hati-hati pada perdagangan Jumat (9/5/2025), dengan saham dan obligasi berfluktuasi, setelah sejumlah sentimen optimistis pada hari-hari sebelumnya bahwa pembicaraan di Swiss setidaknya akan mempersempit perbedaan antara Washington dan Beijing.