Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

S&P: Perusahaan Indonesia Lebih Tangguh Hadapi Pelemahan Nilai Tukar Rupiah

Pelemahan rupiah bertahap dinilai memberi ruang perusahaan menyesuaikan struktur biaya dan harga, serta memberi waktu konsumen untuk menyesuaikan.
Ilustrasi produksi es krim di salah satu manufaktur dalam Kawasan Greeenland International Industrial Center (GICC), Cikarang, Bekasi. / Dok. Istimewa
Ilustrasi produksi es krim di salah satu manufaktur dalam Kawasan Greeenland International Industrial Center (GICC), Cikarang, Bekasi. / Dok. Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - S&P Global Ratings menyebut perusahaan-perusahaan di Indonesia dinilai lebih tangguh dalam menghadapi pelemahan nilai tukar rupiah saat ini dibandingkan periode sebelumnya.

Xavier Jean, Direktur Senior S&P untuk pemeringkatan korporasi di Singapura mengatakan kondisi korporasi Indonesia kini lebih sehat dengan beban utang yang lebih terkendali dan tingkat depresiasi rupiah yang bersifat lebih bertahap. "Kami yakin sektor korporasi Indonesia lebih tangguh menghadapi depresiasi rupiah dibandingkan siklus sebelumnya," ujarnya dalam wawancara dengan Bloomberg melalui email, Jumat (2/5/2025).

Jean menjelaskan rasio utang untuk membiayai aset atau operasional (leverage finansial) korporasi telah menurun sejak puncak pandemi Covid-19. Selain itu, pendanaan domestik kini lebih dominan karena perusahaan memanfaatkan suku bunga bank lokal yang lebih rendah untuk melakukan pembiayaan ulang dalam mata uang rupiah.

S&P menyatakan depresiasi rupiah yang terjadi belakangan ini tidak serta-merta menjadi pendorong perubahan peringkat kredit. “Rupiah dan mata uang regional lainnya telah terkikis secara perlahan, dan kami yakin perusahaan, pelanggan, dan investor telah mulai menyesuaikan diri,” ulas Jean.

Meski begitu, S&P mencatat beberapa sektor tetap rentan terhadap volatilitas nilai tukar dan risiko pasar obligasi luar negeri, terutama perusahaan dengan utang dolar yang akan segera jatuh tempo dan bergantung pada impor. Sektor tersebut termasuk properti, penerbangan, dan industri padat energi.

Namun, pelemahan rupiah yang bersifat bertahap dinilai memberi ruang bagi perusahaan untuk menyesuaikan struktur biaya dan harga, serta memberi waktu bagi konsumen untuk menyerap kenaikan biaya.

Data Bloomberg menunjukkan penerbitan obligasi dolar oleh perusahaan Indonesia hanya mencapai US$2,3 miliar pada 2024, menurun signifikan sejak krisis keuangan global 2008. Sebaliknya, penerbitan obligasi domestik meningkat dari di bawah Rp90 triliun pada 2020 menjadi Rp143 triliun pada 2024.

“Likuiditas dan biaya pendanaan di sistem perbankan domestik telah membaik secara substansial sejak 2022, sehingga mengurangi risiko pembiayaan kembali,” ujar Jean. Ia menambahkan, perusahaan yang masih menyimpan dana dalam dolar kini juga lebih banyak menggunakan lindung nilai mata uang.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper