Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengakui penerimaan negara masih mengalami tekanan dalam tiga bulan pertama tahun ini. DPR pun akan memanggil otoritas fiskal, agar memastikan APBN siap menjadi bantalan hadapi dampak tarif resiprokal Presiden AS Donald Trump.
Misbakhun menilai penerimaan pajak yang anjlok beberapa bulan terakhir belum bisa menjadi patokan kinerja penerimaan negara ke depan. Dia meyakini, penerimaan pajak akan meningkat usai masa lapor SPT Tahunan berakhir pada akhir April 2025.
Oleh sebab itu, sambungnya, Komisi XI DPR ingin mendalami perkembangan penerimaan negara dengan menggelar rapat dengan Kementerian Keuangan dalam waktu dekat.
"Pada Mei nanti akan mengundang rapat mengenai penerimaan pajak, penerimaan kepabeanan dan cukai, juga penerimaan PNBP. Kita rapatkan dulu, titik-titiknya di mana saja, kalau ada kelemahan di mana," ungkap Misbhakun di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (24/4/2025).
Memang, sepanjang tahun ini atau Januari—Maret 2025, penerimaan pajak 'hanya' mencapai Rp322,6 triliun. Jumlah tersebut turun 18,1% dibandingkan realisasi penerimaan pajak periode yang sama tahun lalu sebesar Rp393,9 triliun.
Sementara itu dari sisi moneter, legislator Fraksi Partai Golkar itu melihat nilai tukar rupiah akan tertekan. Oleh karenanya, Misbakhun tidak heran apabila proyeksi pertumbuhan ekonomi juga menurun dari target pemerintah sebesar 5,2% pada tahun ini.
Baca Juga
Di samping itu, dia meyakini sejumlah program prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto bisa meminimalisir dampak negatif penerapan tarif Trump ke perekonomian dalam negeri. Misbakhun mencontohkan program makan bergizi gratis (MBG).
"Karena apa? MBG ini akan membentuk ekosistem penciptaan lapangan pekerjaan, supply chain [rantai pasok] terhadap kebutuhan-kebutuhan MBG akan menghidupkan perekonomian di tingkat bawah," katanya.
Lagi pula, sambungnya, dia tidak yakin Trump akan kukuh menerapkan tarif resiprokalnya dengan ketat. Trump sendiri menetapkan tarif bea masuk sebesar 32% ke barang-barang asal Indonesia.
Menurutnya, Trump sendiri sudah menerima tekanan karena ketakutan masyarakat akan naiknya harga-harga barang akibat lonjakan tarif impor. Sejalan dengan itu, pertumbuhan ekonomi AS pun diperkirakan akan turun drastis apabila tarif resiprokal tetap berlaku.
"Trump ini kan baru mewacanakan," jelas Misbakhun.