Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menargetkan sejumlah komoditas mineral kritis masuk dalam cakupan kerja sama investasi antara Indonesia dan Arab Saudi.
Kerja sama ini sendiri baru memasuki tahap penandatanganan nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) oleh Bahlil serta Menteri Perindustrian dan Energi Arab Saudi, Kamis (17/4/2025). Peluang kerja sama itu meliputi investasi pada komoditas mineral kritis.
"Mereka ingin untuk melakukan kerja sama, khususnya di bidang pertambangan dan mereka juga sekarang melakukan ekspansi dari minyak untuk ke mineral mereka," ujarnya kepada wartawan saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (17/4/2025).
Bahlil menyebut Indonesia terbuka dengan peluang kerja sama itu. Tidak hanya pemerintah dan BUMN, swasta juga diajak untuk bisa merealisasikan kerja sama mineral kritis dimaksud.
"Mereka ingin untuk melakukan kerja sama dengan pemerintah Indonesia dan pengusaha indonesia baik BUMN maupun swasta, dan kami terbuka, kami juga mengajak mereka untuk bisa membangun investasi sama-sama, khususnya di critical mineral," kata sosok yang juga Ketua Umum Partai Golkar tersebut.
Ke depan, pemerintah akan membentuk tim kecil berbentuk Ad Hoc untuk menindaklanjuti MoU yang sudah ditandatangani kedua negara. Tim tersebut, kata Bahlil, masih disusun. Dia menyebut terdapat sejumlah komoditas mineral kritis yang berpeluang masuk dalam cakupan kerja sama.
Baca Juga
"Ada lah itu nikel, kemudian bauksit, kemudian beberapa seperti mangan, gitu," ucapnya.
Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, Menteri Perindustrian dan Sumber Daya Mineral Kerajaan Arab Saudi Bandar Al-Khorayef juga sudah mengunjungi holding BUMN pertambangan, MIND ID pada Selasa (15/4/2025).
Pejabat Kerajaan Arab Saudi itu membahas soal potensi penguatan kerja sama dalam pengembangan hilirisasi dan transformasi industri pertambangan bersama MIND ID.
Al-Khorayef dalam keterangannya menyebut cadangan mineral Arab Saudi meningkat sebesar 90% dalam lima tahun terakhir. Hal itu dinilai memperkuat posisi Arab Saudi sebagai pusat global baru untuk mineral olahan.