Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat mewanti-wanti pengelolaan proyek BUMN Agrinas agar dilakukan secara transparan sehingga tak kembali terulang kejadian lampau, seperti gagalnya proyek food estate.
Pengamat Pertanian dari Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Eliza Mardian menilai peranan Agrinas sebaiknya ditempatkan di hilir untuk meningkatkan nilai tambah produk dan memberikan kepastian pasar bagi petani untuk mengolah hasil panen.
“Perlu adanya transparansi dalam pengelolaan proyek, seperti food estate agar tidak lagi mengulang kegagalan yang sama,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (24/3/2025).
Menurutnya, pengelolaan Agrinas juga harus berhati-hati mengingat perusahaan merupakan pelat merah.
“Dalam hal ini pun harus berhati-hati, ya, sebab Agrinas ini kan BUMN, harus ada profit. Jadi perlu model bisnis dan operasional yang seimbang antara orientasi profit dan misi sosial atau swasembada pangan,” katanya.
Dia menilai keberhasilan Agrinas bergantung pada kemampuan mengatasi tantangan, mulai dari konversi lahan pertanian, perubahan iklim, hingga pelibatan petani.
Baca Juga
Terlebih, swasembada pangan akan lebih banyak digerakkan oleh petani bukan korporasi. Terlebih, selama ini produksi pangan diproduksi dan ditopang oleh petani bukan korporasi.
Jika memang ingin mencapai swasembada, maka pendekatan yang dilakukan dengan mensejahterakan petani. Namun, untuk bisa mensejahterakan para petani dibutuhkan sejumlah prasyarat.
Salah satunya, perlu adanya jaminan harga yang berkeadilan bagi petani. Sebab, dengan adanya jaminan harga, para petani termotivasi untuk terus menanam dan melakukan ekspansi.
“ketika tingkat kesejahteraan para petani ini membaik, mereka akan berinvestasi di teknologi dan menambah pengetahuan untuk meningkatkan produktivitasnya,” katanya.
Selain itu, dia memandang perlu adanya kerja sama antara Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam melindungi lahan pertanian berkelanjutan.
Menurutnya, perlu ada kesamaan pemerintah daerah untuk menjaga lahan pertanian, sehingga ketika akan dibangun irigasi, maka petani tidak akan khawatir jika lahannya akan dikonversi.
“Selama ini irigasi di bbrapa daerah di jawa barat tidak dibangun dan tidak direvitalisasi karena khawatir akan dikonversi lahannya,” ucap Eliza.
Di samping itu, perlu didorong inovasi dimulai dari tingkat petani, akademisi, serta swasta untuk menghasilkan teknologi yang dapat menigkatkan produktivtas dan lebih efisien.