Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat menyebut kelangkaan bahan baku kelapa bulat dalam negeri menjadi biang kerok terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri di Tanah Air.
Pengamat Pertanian dari Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Eliza Mardian menyebut harga ekspor komoditas kelapa bulat lebih menarik dibandingkan di Indonesia.
“Harga ekspor kelapa bulat lebih menarik dibandingkan di dalam negeri. Pada 2024, jumlah ekspor kelapa bulat hampir dua kali lipat di 2023,” kata Eliza kepada Bisnis, dikutip pada Rabu (19/3/2025).
Alhasil, Indonesia menjadi eksportir kelapa bulat terbesar ketiga. Adapun, Eliza menyebut tiga besar negara tujuan ekspor komoditas ini antara lain Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
“Ini sebuah ironi, di saat ingin hilirisasi kelapa di dalam negeri, industri eksisting saja kesusahan cari bahan baku kelapanya,” ujarnya.
Menurutnya, pemerintah perlu melakukan disinsentif bagi eksportir kelapa bulat dengan meningkatkan bea keluar agar mendorong penjualan ke industri dalam negeri.
Baca Juga
Langkah ini, kata dia, dilakukan untuk menjaga kelangsungan bahan baku kelapa, serta juga bisa menambah pendapatan negara dari bea keluar yang diterapkan.
“Karena jika tidak segera diterapkan kebijakan yang seperti itu, maka sampai kapan pun hilirisasi di dalam negeri akan menjadi angan-angan mereka akan kesulitan bahan baku di dalam negeri,” terangnya.
Padahal, Eliza mengungkap idle capacity di industri kelapa masih besar. Bahkan juga ada yang hanya 33% dari kapasitas total produksi maksimum.
Selain ekspor, dia mengungkap kesulitan bahan baku kelapa juga disebabkan banyak faktor. Salah satunya, dari sisi produksi yang dipengaruhi cuaca atau El Nino yang bisa menurunkan produksi.
Di sisi lain, Eliza menuturkan bahwa sebagian besar petani kelapa memiliki skala yang kecil, sehingga dari sisi teknik budidaya masih konvensional.
Di samping itu, manajemen perkebunan yang orientasinya bukan seperti produksi massal, kurangnya pemupukan, hingga kurangnya penerapan teknologi karena adanya keterbatasan modal petani.
Sebelumnya, pedagang kelapa di Pasar Senen, Nurlaela (50) mengatakan bahwa harga kelapa bulat mencapai Rp15.000 per butir. Kenaikan harga kelapa ini sudah terjadi sejak tiga bulan terakhir.
“Ini [kenaikannya] bukan karena lebaran dan puasa, sudah tiga bulan naik duluan kalau kelapa,” kata Nurlaela saat ditemui di Pasar Senen, Jakarta, Selasa (18/3/2025).
Bahkan, dia menyebut harga kelapa akan kembali melonjak saat H-2 Lebaran di rentang Rp25.000–Rp35.000 per butir, tergantung dari ukuran kelapa.
Menurutnya, mahalnya harga kelapa ini lantaran pasokan kelapa dari Sumatra yang tidak turun ke Jawa dan justru diekspor ke Malaysia.
“Kata bosku, dari Sumateranya [kelapa] nggak turun ke Jawa, diekspor ke Malaysia makanya sulit. Ini [kenaikannya] bukan karena lebaran dan puasa, sudah tiga bulan naik duluan,” tuturnya.
Dia juga mengaku stok kelapa bulat sempat kosong dalam tiga bulan lalu. Alhasil, lanjut dia, pedagang tidak bisa menjual kelapa seharga Rp10.000 per butir seperti sebelumnya di hari biasa.
“Kalau hari biasa [harga kelapa] masih bisa Rp10.000 [per butir], kalau menjelang lebaran semuanya mahal. Sekarang harganya nggak bisa kembali Rp10.000 [per butir], sekarang Rp15.000 [per butir],” ujarnya.
Jika dibandingkan dengan Ramadan tahun lalu, Nurlaela menyebut penjualan kelapa selama 18 hari di bulan Ramadan tahun ini mengalami penurunan. Ditambah, lanjut dia, keuntungan yang diperoleh juga tipis lantaran adanya pengeluaran dan modal yang naik.
“Bulan puasa sudah dua minggu lewat biasanya kan kencang [penjualan], paling sedikit dua keranjang 100 butir habis. Sekarang memble, sekeranjang aja nggak habis,” ujarnya.
Untuk itu, dia meminta agar pemerintah untuk menstabilkan harga kelapa bulat. “Kalau modalnya mahal yang beli bawel lagi, kasihan. Kitanya yang puyeng, kadang modal naik, untungnya makin menipis,” imbuhnya.
Senada, Endang (35) juga mengaku kini menjual kelapa senilai Rp15.000 per butir. Padahal biasanya, dia menjual komoditas ini di rentang Rp10.000–Rp12.000 per butir.
Dia juga mengaku kenaikan harga kelapa bulat mulai terjadi sejak sebelum tahun baru. “Kalau [kelapa dijual] dari harga Rp10.000 [per butir], mungkin dulu bisa main per kilogram, tapi kalau harga sekarang melambung tinggi, harga per kilogram jadi terlalu tinggi,” tuturnya.
Namun, dia mengaku konsumen masih berlalu lalang membeli kelapa, termasuk untuk kebutuhan puasa, meski juga mengeluhkan harganya yang terus melambung.
“Dari kemarin juga sebelum puasa [konsumen] sudah banyak yang komplain, banyak ngeluh. Jadi sebelum puasa sudah harga lebaran, katanya [konsumen],” tutupnya.