Bisnis.com, JAKARTA — Pengusaha wajib membayarkan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerja/buruh paling lambat tujuh hari sebelum Hari Raya Idulfitri atau Lebaran.
Adapun, kebijakan terkait pembayaran THR ini tercantum di dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan (Permenaker 6/2016).
Dalam Pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa pengusaha wajib memberikan THR Keagamaan kepada pekerja atau buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus-menerus atau lebih.
“THR Keagamaan diberikan kepada pekerja atau buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu [PKWTT] atau perjanjian kerja waktu tertentu [PKWT],” demikian bunyi beleid Pasal 2 ayat (2) Permenaker 6/2016.
Lantas, apakah pekerja magang juga berhak mendapatkan THR? Simak penjelasannya.
Mengutip dari akun Instagram resmi Kemnaker, Jumat (7/3/2025), disebutkan bahwa magang hubungan atas dasar perjanjian pemagangan bukan merupakan perjanjian kerja.
Baca Juga
Kemenaker juga menyampaikan bahwa magang tidak menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat melainkan dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.
“… Magang hanya memperoleh uang saku dan/atau uang transport bukan menerima upah. Sehingga peserta magang tidak berhak mendapatkan THR Keagamaan,” demikian seperti yang dikutip.
Pengusaha yang terlambat membayar THR Keagamaan kepada pekerja/buruh dikenakan denda sebesar 5% dari total THR Keagamaan yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban pengusaha untuk membayar.
Disebutkan pula, pengenaan denda tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar THR Keagamaan kepada pekerja/buruh.
Sementara itu, pengusaha yang tidak membayar THR Keagamaan akan dikenakan sanksi administratif.
Besaran THR
Perusahaan harus mengikuti tata cara pemberian THR sesuai dengan Permenaker 6/2016. Rinciannya, pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 bulan upah.
Kemudian, pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional sesuai masa kerja. Adapun, perhitungannya adalah masa kerja/12 x 1 bulan upah.
Beleid itu kembali menjelaskan upah 1 bulan terdiri atas komponen upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih (clean wages) atau upah pokok termasuk tunjangan tetap.
Sementara itu, bagi pekerja/buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas, upah 1 bulan dihitung sebagai berikut:
- Pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih, upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum Hari Raya Keagamaan.
- Pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 bulan, upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.