Bisnis.com, JAKARTA — Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional alias RPJMN 2025—2029 mengamankan pembentukan Badan Penerimaan Negara. Tujuannya, agar rasio penerimaan negara bisa dikerek hingga 23% terhadap produk domestik bruto/PDB.
Sejak masa kampanye Pilpres 2024, Presiden Prabowo Subianto sudah kerap menyatakan ambisinya membentuk Badan Penerimaan Negara. Kendati demikian, rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara tertunda usai Sri Mulyani Indrawati kembali menjadi menteri keuangan.
Hanya saja, ambisi pembentukan Badan Penerimaan Negara tersebut tidak hilang. Bahkan, kini Prabowo menegaskan rencana pembentukan lembaga baru tersebut dalam dokumen resmi RPJMN 2025—2029.
"Mendirikan Badan Penerimaan Negara dan meningkatkan rasio penerimaan negara terhadap produk domestik bruto ke 23%," tertulis dalam Peraturan Presiden Nomor 12/2025 tentang RPJMN 2025—2029.
Perpres 12/2025 tentang RPJMN Tahun 2025—2029 ditandatangani Prabowo pada Senin (10/2/2025) dan diundangkan pada hari yang sama. Perpres itu langsung berlaku pada tanggal diundangkan.
Dijelaskan, cara menaikkan rasio penerimaan negara hingga 23% terhadap PDB itu yaitu dengan ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan perpajakan. RPJMN pun menargetkan tiga capaian.
Baca Juga
Pertama, penambahan wajib pajak hingga 90% pada 2029. Kedua, tingkat kepatuhan pajak penyampaian SPT Tahunan mencapai 100% pada 2029. Ketiga, indeks efektivitas kebijakan penerimaan negara 100% pada 2029.
RPJMN pun menjelaskan intervensi yang akan dilakukan untuk mewujudkan tiga capaian tersebut. Pertama, implementasi Coretax alias sistem informasi inti administrasi perpajakan dan interoperabilitas dengan sistem informasi stakeholder terkait agar menuju data-driven.
Kedua, simplifikasi proses bisnis dan kelembagaan serta penguatan kebijakan. Ketiga, pembenahan tata kelola ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan (termasuk sin tax). Keempat, peningkatan kepatuhan perpajakan.
Taktik Pemerintah Dongkrak Penerimaan Negara
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menargetkan tambahan penerimaan negara US$90 miliar atau sekitar Rp1.464,75 triliun (asumsi kurs JISDOR Rp16.275 per dolar AS) per tahunnya.
Target tersebut diungkapkan oleh adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, ketika menjadi panelis dalam acara Indonesia Economic Summit di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat pada Rabu (19/2/2025).
Hashim menjelaskan bahwa persentase penerimaan negara terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia merupakan salah satu yang terendah di antara negara-negara besar yaitu sekitar 12,2%.
Dia pun membandingkan Indonesia dengan Kamboja dan Vietnam. Menurutnya, persentase penerimaan negara terhadap PDB Kamboja mencapai 18% sementara Vietnam mencapai 23%.
"Jadi, pemerintah akan segera memulai program untuk meningkatkan penerimaan negara dan target kami adalah [seperti] Kamboja dan akhirnya Vietnam," jelas Hashim.
Elite Partai Gerindra itu mengungkapkan caranya yaitu dengan memajaki ekonomi bayang alias shadow economy. Dia mengungkap bahwa PDB Indonesia saat mencapai sekitar US$1,5 triliun.
Hashim pun mengutip temuan Bank Dunia yang memperkirakan ekonomi bayangan di Indonesia mencapai 25% sampai dengan 30% dari PDB. Oleh sebab itu, dia meyakini jika pemerintah berhasil memajaki aktivitas ekonomi bayangan maka penerimaan negara bertambah drastis.
Dia mengungkapkan pemerintah akan memajaki aktivitas ekonomi bayangan dengan bantuan teknologi terbaru berbasis kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) hingga pemantauan elektronik yang terus ditingkatkan.
"Jadi untuk memberi Anda contoh, 6% dari US$1,5 triliun adalah US$90 miliar tambahan setiap tahun. Itu adalah target Presiden Prabowo, untuk meningkatkan pendapatan kita sebesar US$90 miliar setahun selama beberapa tahun ke depan dan kami optimis," tutup Hashim.