Bisnis.com, MANGUPURA - PT Pertamina (Persero) masih menunggu revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang penyediaan, pendistribusian, dan harga jual eceran bahan bakar minyak (BBM). Revisi Perpres itu diperlukan agar penyaluran solar subsidi tepat sasaran.
Pernyataan tersebut merespons Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) yang berencana melakukan pengetatan batas maksimal volume pembelian atau pengisian harian solar subsidi untuk tiap jenis kendaraan.
Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso mengatakan, pihaknya telah melakukan beragam upaya dalam mendistribusikan solar subsidi tepat sasaran. Namun, regulasi yang lebih jelas tetap diperlukan.
"Sebenarnya secara regulasi kan, kami masih menunggu ya untuk BBM subsidi ini regulasi revisi Perpres Nomor 191," kata Fadjar di Badung, Bali, Selasa (11/2/2025).
Fadjar mengatakan, selama ini pihaknya mewajibkan pembeli solar subsidi menunjukan QR code khusus. Artinya, hanya kendaraan yang memiliki QR code yang boleh membeli solar subsidi.
Dengan langkah tersebut, Fadjar mengeklaim Pertamina bisa mengontrol kuota solar subsidi agar tidak jebol.
"Ini kalau untuk solar semua sudah 100% yang beli solar harus memiliki QR. Nah, itu sudah merupakan salah satu upaya kami untuk, bukan membatasi, untuk mengatur siapa saja yang boleh membeli solar," jelas Fadjar.
Sebelumnya, BPH Migas berencana memperketat batas maksimal volume pembelian atau pengisian harian solar subsidi untuk tiap jenis kendaraan.
Pengaturan batasan pembelian solar ini sebenarnya telah diatur dalam Surat Keputusan BPH Migas No. 04/P3JBT/BPH MIGAS/KOM/2020 mengenai Pengendalian Penyaluran Jenis BBM Tertentu.
Berdasarkan aturan tersebut, volume pengisian solar subsidi untuk kendaraan pribadi roda empat dibatasi maksimal 60 liter per hari. Lalu, kendaraan umum dan barang roda empat maksimal 80 liter per hari, sementara kendaraan umum dan barang roda enam lebih 200 liter per hari.
Kepala BPH Migas Erika Retnowati mengatakan bahwa ketentuan batasan maksimal tersebut akan dievaluasi kembali. Pasalnya, batas maksimal volume penyaluran solar per hari tersebut dinilai melebihi kapasitas tangki kendaraan.
“Kami menilai bahwa itu terlalu banyak karena itu melebihi kapasitas tangkinya sehingga berpotensi untuk disalahgunakan,” kata Erika dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XII DPR RI, Senin (10/2/2025).
Erika menyebut bahwa rencana pengetatan yang menjadi strategi pengawasan BBM pada 2025 tersebut telah dikaji bersama dengan tim kajian dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
BPH Migas Perketat Distribusi Solar Subsidi, Pertamina Tunggu Regulasi
Pertamina masih menunggu revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 yang akan mengatur penyaluran solar subsidi tepat sasaran.
![Petugas melakukan pengisian BBM disalah satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Jakarta, Minggu (3/9/2023). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti](https://images.bisnis.com/posts/2025/02/11/1838559/jibi_03092023-bi-bio-24-bbm-5_20230903051754252_1708350830.jpg)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Mochammad Ryan Hidayatullah
Editor : Denis Riantiza Meilanova
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
![Historia Bisnis: Ketika IPO Buat Investor Rugi Rp1,51 Triliun](https://images.bisnis.com/thumb/posts/2025/02/11/1838779/11022025-bi-arf-22-ihsg-3_1739280282.jpg?w=400&h=267)
58 menit yang lalu
Historia Bisnis: Ketika IPO Buat Investor Rugi Rp1,51 Triliun
![Sinyal Lampu Kuning Harga Nikel 2025](https://images.bisnis.com/thumb/posts/2025/02/11/1838702/produksi_nikel_inco_1722252711.jpg?w=400&h=267)
3 jam yang lalu
Sinyal Lampu Kuning Harga Nikel 2025
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
Terpopuler
# Hot Topic
Rekomendasi Kami
Foto
![Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper](https://cdn.bisnis.com/bisnis-web/assets/images/QR-bisnis-indonesia.jpg?id=8ab86a2c2907829efb031a93eac7742c)