Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap cabai rawit, cabai merah, dan daging ayam ras menjadi komoditas penyumbang andil kenaikan indeks perkembangan harga (IPH) di 38 provinsi pada minggu ketiga Januari 2025.
Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan bahwa terdapat enam provinsi dengan IPH di atas 6%. Di mana, Bali menjadi provinsi dengan kenaikan IPH tertinggi, yakni mencapai 8,01%.
Disusul, Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan kenaikan IPH sebesar 7,8%, DKI Jakarta 5,72%, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) 5,65%, Kalimantan Timur 5,47%, dan Bengkulu 5,31%.
“Komoditas yang memberikan sumbangan andil kenaikan IPH di sebagian besar provinsi adalah cabai rawit, cabai merah, dan daging ayam ras,” kata Amalia dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi 2025 di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (20/1/2025).
Jika ditinjau berdasarkan provinsi, Bali mencatat komoditas yang menjadi penyumbang utama kenaikan IPH di minggu ketiga Januari 2025 adalah cabai rawit, cabai merah, dan bawang merah.
Berikutnya, kenaikan IPH di NTB sebesar 7,8% disumbang oleh cabai rawit, cabai merah, dan bawang merah. Sedangkan untuk DKI Jakarta, kenaikan IPH disumbang oleh cabai rawit, cabai merah, dan ikan kembung.
Baca Juga
Kemudian, IPH tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta disumbang oleh cabai rawit, cabai merah, dan minyak goreng. Sedangkan di Kalimantan Timur antara lain cabai rawit, cabai merah, dan daging ayam ras. Serta, komoditas penyumbang andil kenaikan IPH di Bengkulu di antaranya cabai merah, cabai rawit, dan daging ayam ras.
Lebih lanjut, BPS juga mencatat terdapat 10 kabupaten/kota yang mengalami kenaikan IPH tertinggi.
Perinciannya, kenaikan paling tinggi terjadi Kabupaten Lombok Tengah sebesar 11,76%, Kabupaten Karangasem 10,14%, Kabupaten Lombok Utara 9,65%, Kabupaten Klungkung 9,12%, Kabupaten Sumbawa Barat 8,9%, Kabupaten Bangli 8,59%, dan Kabupaten Trenggalek 8,29%.
Dengan demikian, mayoritas kabupaten/kota yang mengalami kenaikan IPH tertinggi terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Bali. Menurut Amalia, kenaikan ini sejalan dengan permintaan akibat liburan akhir tahun dan Natal yang dampaknya masih terus berlanjut.
“Dan dalam nanti libur panjang 24–29 itu kelihatannya juga akan memberikan permintaan terhadap bahan-bahan pokok akibat akan tingginya wisatawan yang hadir di provinsi yang menjadi destinasi utama kita, yaitu Bali dan Nusa Tenggara Barat,” pungkasnya.