Bisnis.com, JAKARTA — Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mendorong dunia usaha mulai melakukan ekspansi usai Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan alias BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,75%.
Direktur Pengembangan Big Data Indef Eko Listiyanto meyakini relaksasi moneter dengan penurunan BI Rate menggambarkan bahwa ke depan kebijakan bank sentral akan cenderung ekspansif yaitu pro terhadap pertumbuhan ekonomi.
"Ini seharusnya disambut positif oleh dunia usaha untuk mulai, katakanlah, meningkatkan ekspansinya. Tentu ekspansi yang terukur," ujar Eko kepada Bisnis, Kamis (16/1/2025).
Penurunan BI Rate, sambungnya, diharapkan segera disambut sektor perbankan dengan penurunan suku bunga kredit. Dengan demikian, laju kredit untuk sektor riil turut meningkat.
Eko mencatat indikator-indikator konsumsi rumah tangga masih menunjukkan pelemahan secara umum meski ada perbaikan akibat faktor musiman yaitu momen Natal dan Tahun Baru 2025. Menurutnya, pemangkasan BI Rate merupakan 'stimulus' untuk meningkatkan daya beli masyarakat pada kuartal I/2025, terutama jelang momen Ramadan dan Idulfitri.
"Penurunan suku bunga acuan ini menurut saya dampaknya akan cukup positif ya bagi mendongkrak sektor riil dan harapannya nanti bisa meningkatkan daya beli," jelasnya.
Baca Juga
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan pihaknya memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 5,75%, usai ditahan 6% sejak Oktober 2024, berdasarkan pertimbangan kondisi dinamika global maupun dalam negeri.
Setidaknya terdapat tiga hal yang menjadi pertimbangan, yakni rupiah yang stabil, survei sejumlah indikator ekonomi yang menunjukkan pelemahan konsumsi, serta sudah lebih jelasnya arah kebijakan AS dan The Fed.
"Oleh karena itu, ini adalah waktu untuk menurunkan suku bunga supaya bisa mendorong ekonomi untuk menciptakan pertumbuhan," tuturnya dalam konferensi pers, Rabu (15/1/2025).
Lebih lanjut, Perry memaparkan pertimbangan pertama yakni kondisi rupiah yang saat ini tertahan di level Rp16.200-an per dolar AS dianggap cukup stabil. Inflasi terpantau rendah di batas bawah target 2,5±1%. Selain itu, konsumsi masyarakat yang melemah juga menjadi perhatian Bank Indonesia.
"[Bank Indonesia] menurunkan BI Rate supaya mendorong pertumbuhan [ekonomi], dari sisi permintaan [demand]," ujar Perry.
Pertimbangan kedua, penurunan suku bunga sekarang memang masih di tengah ketidakpastian kebijakan AS dan The Fed terhadap Fed Fund Rate, tetapi sudah lebih jelas.
Bahkan BI telah melakukan sejumlah perhitungan terhadap arah kebijakan pemerintah AS seperti dampak kenaikan yield akibat defisit fiskal APBN AS sebesar 7,7%. Termasuk arah pemangkasan Fed Fund Rate pada 2025.
"Sekarang kami sudah mulai paham, kemungkinan Fed Fund Rate hanya sekali 25 bps, itu sudah kami hitung. Dua dampak ini juga kami sudah bisa memperkirakan arah pergerakan dollar index-nya," jelasnya.
Ke depan, bank sentral masih akan terus mencermati ruang penurunan suku bunga BI Rate yang akan mempertimbangkan dinamika yang terjadi di global dan nasional.