Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Tertekan Dolar AS, Ekonom Maklum BI Tahan Suku Bunga 6%

Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menilai BI mengantisipasi berbagai faktor ketidakpastian ekonomi saat menahan suku bunga 6%.
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Andry Asmoro memberikan pemapaparan di acara Bisnis Indonesia Economic & Financial Report di Wisma Bisnis Indonesia, Jakarta, Rabu (18/12/2024). / Bisnis-Himawan L Nugraha
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Andry Asmoro memberikan pemapaparan di acara Bisnis Indonesia Economic & Financial Report di Wisma Bisnis Indonesia, Jakarta, Rabu (18/12/2024). / Bisnis-Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) Andry Asmoro memahami keputusan Bank Indonesia yang menahan suku bunga acuan alias BI Rate di level 6% dalam Rapat Dewan Gubernur edisi Desember 2024.

Andry meyakini keputusan Bank Indonesia (BI) tersebut sudah tepat. Bagaimana pun, sambungnya, belakangan terjadi pelemahan nilai tukar 

"Karena penguatan US dollar ya, bukan pelemahan rupiah ya. Ada faktor uncertainty [ketidakpastian] yang masih besar yang perlu diantisipasi oleh Bank Indonesia juga dan oleh market," jelas Andry di Wisma Bisnis Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (18/12/2024).

Dia meyakini pasar juga sudah mengantisipasi penahanan BI Rate. Menurutnya, BI harus berhati-hati atas ketidakstabilan pasar keuangan akibat ketidakpastian global sehingga tidak terjadi arus modal keluar dari Indonesia.

Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo mengumumkan suku bunga acuan alias BI Rate ditahan di level 6% berdasarkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 17—18 Desember 2024.

Dalam pengumuman tersebut, bank sentral juga menetapkan suku bunga Deposit Facility tetap sebesar 5,25% dan suku bunga Lending Facility tetap sebesar 6,75%.

Perry mengatakan keputusan ini konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025, serta untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

"Fokus kebijakan moneter diarahkan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak makin tingginya ketidakpastian perekonomian global akibat arah kebijakan Amerika Serikat dan eskalasi ketegangan geopolitik di berbagai wilayah," ujar Perry di Kantor BI, Jakarta Pusat, Rabu (18/12/2024).

Ke depan, BI akan terus memperhatikan pergerakan nilai tukar rupiah dan prospek inflasi, serta dinamika kondisi yang berkembang, dalam mencermati ruang penurunan suku bunga moneter lebih lanjut.

"Kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit pembiayaan perbankan ke sektor-sektor prioritas, pertumbuhan, dan penciptaan lapangan kerja," ujar Perry.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper