Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah akan menaikkan harga jual eceran rokok pada 2025, tetapi tidak dengan tarif cukainya. Pemerintah mengklaim kebijakan tersebut sebagai jalan tengah untuk melindungi industri hasil tembakau sekaligus mengoptimalkan penerimaan negara.
Para pakar memiliki pendapatan beragam mengenai kebijakan baru pemerintah tersebut. Ketua Pengawas Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Prianto Budi Saptono misalnya, yang meyakini keputusan tersebut diambil pemerintah usai mendengar aspirasi pelaku usaha industri tembakau.
Menurutnya, kenaikan harga jual eceran (HJE) rokok lebih dapat diterima industri karena dampaknya tidak akan dirasakan secara langsung dibandingkan kenaikan tarif cukai. Di sisi lain, pemerintah juga sudah menetapkan target penerimaan cukai sebesar Rp230,09 triliun pada tahun depan.
"Meskipun tidak ada kenaikan tarif CHT [cukai hasil tembakau], harga eceran rokoknya naik sehingga diharapkan tidak ada potential loss [kehilangan] dari ketiadaan kenaikan tarif cukai," ujar Prianto kepada Bisnis, Senin (16/12/2024).
Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia (UI) ini menambah, kenaikan HJE rokok juga akan berdampak langsung kepada tingkat konsumsi masyarakat. Oleh sebab itu, pengendalian konsumsi hasil tembakau untuk meningkatkan kesehatan masyarakat juga diharapkan.
Pendapatan berbeda disampaikan oleh Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar. Dia menjelaskan kebijakan kenaikan HJE atas produk hasil tembakau terdiri dari beberapa lapisan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 97/2024. Beleid terbaru itu membedakan antara rokok konvensional dengan rokok elektrik.
Baca Juga
Catatannya, HJE atas beberapa rokok elektrik yang diterapkan pemerintah masih di bawah harga di tingkat konsumen. Dia mengakui bahwa satu batang rokok lebih murah dibanding satu rokok elektrik sistem tertutup.
Hanya saja, sambung Fajry, satu produk rokok elektrik dapat dikonsumsi lebih lama atau jumlah hisapan lebih banyak. Oleh sebab itu, harga rokok konvensional masih lebih mahal dibandingkan dengan rokok elektrik.
Selain itu, beban cukai rokok elektrik jauh lebih rendah dibandingkan dengan rokok konvensional. Fajry pun meyakini kenaikan HJE bagi rokok elektrik tanpa adanya kenaikan tarif cukai hanya akan meningkatkan keuntungan perusahaan rokok elektrik.
"Dengan begitu akan ada peralihan konsumsi dari rokok konvensional ke rokok elektrik. Kalau ada peralihan, artinya tujuan pengendalian menjadi tidak terpenuhi," ujarnya kepada Bisnis, Minggu (15/12/2024).
Dia pun meyakini konsumsi produk hasil tembakau tidak akan menurun secara agregat. Menurutnya, yang akan terjadi hanya peralihan konsumsi dari rokok konvensional ke rokok elektrik.
Dia menukil data dari Badan Pusat Statistik, Riset Kesehatan Dasar, dan Survei Kesehatan Nasional yang menunjukkan terjadi kenaikan pengguna rokok elektrik dalam beberapa tahun terakhir pada saat prevalensi perokok menurun.
"Kebijakan fiskal yang tidak adil hanya akan menyebabkan peralihan konsumsi bukan pengendalian konsumsi. Itulah mengapa, belakangan beberapa seperti Inggris melarang penjualan rokok elektrik per Juni 2025," ungkap Fajry.
Lebih lanjut, dia juga meyakini pendapatan kenaikan HJE rokok juga tidak akan berdampak positif ke penerimaan negara. Dia menjelaskan selama ini penerimaan negara dari 'pajak dosa' produk hasil tembakau berdasarkan tarif cukai bukan tarif ad-valorem.
Tarif cukai sendiri dikenakan berdasarkan jumlah atau kuantitas barang tertentu seperti unit, berat, atau volumenya. Sementara itu, tarif ad-valorem dikenakan berdasarkan persentase dari nilai atau harga barang/jasa.
"Besaran penerimaan [dari produk hasil tembakau] bergantung jumlah yang terjual bukan harga. Sedangkan kenaikan HJE akan menurunkan jumlah produk hasil tembakau yang terjual. Dengan begitu, kenaikan HJE malah akan menurunkan kinerja penerimaan cukai tahun depan," jelas Fajry.
Sebagai informasi, sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi menaikkan HJE produk hasil tembakau mulai 1 Januari 2025 melalui PMK No. 97/2024 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris.
“Untuk mengendalikan konsumsi hasil tembakau, melindungi industri hasil tembakau yang padat karya yang proses produksinya menggunakan cara lain daripada mesin, dan optimalisasi penerimaan negara,” tulisnya, dikutip pada Jumat (13/12/2024).