Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) menilai, nilai ekspor Indonesia ke Kanada berpotensi meningkat seiring adanya Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Kanada (Indonesia-Canada Comprehensive Economic Partnership/ICA-CEPA).
Ketua Umum GPEI Benny Soetrisno menyampaikan, adanya perjanjian kerja sama tersebut memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk menggenjot nilai ekspornya ke negara yang kerap dijuluki The Great White North.
“Walaupun penduduk Kanada belum banyak, namun income per capita cukup tinggi,” kata Benny kepada Bisnis, Senin (2/12/2024).
Di sisi lain, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso sebelumnya menyatakan bahwa perjanjian dagang ini memberikan Indonesia fasilitas bebas bea masuk untuk sejumlah komoditas unggulan yang di ekspor ke Kanada.
Perdagangan barang mendapatkan liberalisasi hingga 90,5% dari total pos tarif yang masuk ke Kanada, dengan nilai perdagangan sebesar US$1,4 miliar. Beberapa produk prioritas Indonesia yang mendapat akses pasar dari Kanada adalah tekstil, kertas dan turunannya, kayu dan turunannya, makanan olahan, sarang burung walet, dan kelapa sawit
Merespons hal itu, Benny menyebut bahwa adanya pembebasan bea masuk akan membuat harga barang yang di ekspor menjadi lebih bersaing sehingga dapat menjadi peluang bagi eksportir Tanah Air.
Baca Juga
“Ini peluang, tinggal harga produksi ditambah biaya logistik sampai Kanada harus bersaing juga,” pungkasnya.
Penandatanganan Joint Ministerial Statement telah berlangsung hari ini, Senin (2/12/2024) seiring adanya kunjungan dari Menteri Promosi Ekspor, Perdagangan Internasional dan Pengembangan Ekonomi Kanada Mary Ng, ke Jakarta. Hal ini menandakan bahwa negosiasi ICA CEPA telah berakhir.
Adapun, perjanjian ini memberikan sejumlah manfaat bagi Indonesia. Budi mengungkap, Indonesia mendapat fasilitas pembebasan bea masuk untuk sejumlah komoditas unggulan ke Kanada.
Perjanjian ini juga akan memberikan preferential treatment bagi penyedia jasa Indonesia, termasuk untuk sektor jasa bisnis, telekomunikasi, konstruksi, pariwisata, dan transportasi.
Sementara, untuk investasi, perjanjian ini akan mempermudah akses investasi di sektor manufaktur, pertanian, perikanan, kehutanan, pertambangan dan penggalian, serta infrastruktur energi.
Perjanjian ini juga mencakup komitmen lainnya yaitu hak kekayaan intelektual, praktik regulasi yang baik, niaga elektronik (e-commerce), persaingan usaha, Usaha Kecil dan Menengah (UKM), pemberdayaan ekonomi perempuan, lingkungan, dan ketenagakerjaan.