Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Umum Afiliasi Global Retail Indonesia (AGRA) Roy Nicholas Mandey menilai kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 akan membuat gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), termasuk di sektor ritel.
Roy mengatakan potensi lonjakan PHK ini disebabkan merosotnya daya beli masyarakat, sehingga pedagang ritel mulai mengurangi pesanan barang di produsen.
“Kalau di sektor hilir penjualannya sedikit, pasti kita [ritel] mengurangi juga pemesanan kepada pabrik atau produsen makanan minuman,” kata Roy saat dihubungi Bisnis, Selasa (19/11/2024).
Adapun, pengurangan pesanan ini karena masih adanya stok barang yang belum terjual, imbas minimnya pembelian barang oleh konsumen, sehingga pedagang ritel secara otomatis akan mengurangi pesanan.
“Nah, kalau produsen sedikit menerima pesanan karena konsumsi kurang [produktivitas berkurang], berarti mereka akan mengurangi lagi tenaga kerja,” terangnya.
Lebih jauh, Roy menuturkan, individu yang ter-PHK juga bakal kehilangan kemampuan belanja karena tidak memiliki pendapatan yang tetap.
Baca Juga
Maka dari itu, dia menyampaikan, jika pemerintah tidak menjaga daya beli maka gelombang PHK akan terus bermunculan.
“Ketika mengurangi tenaga kerja yang sudah ter-PHK itu, pasti belanjanya juga kurang, karena kerjanya juga sudah banyak informal atau pekerjaan yang tidak tetap,” terangnya.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) sebelumnya mengungkap sebanyak 64.751 karyawan di Indonesia di-PHK per 18 November 2024 hingga pukul 08.45 WIB.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker Indah Anggoro Putri menyampaikan wilayah penyumbang PHK tertinggi berasal dari DKI Jakarta, yakni sebanyak 14.501 tenaga kerja yang ter-PHK.
Menurut data Kemnaker, DKI Jakarta berkontribusi sebesar 22,4% dari 64.751 karyawan yang ter-PHK per 18 November 2024.
Berikutnya, Jawa Tengah dengan tenaga kerja yang ter-PHK mencapai 12.492 dan 10.992 tenaga kerja Banten di-PHK.
Jika ditinjau dari sektor industri, Kemnaker mengungkap industri pengolahan menjadi sektor tertinggi penyumbang PHK per 18 November 2024.
“Tiga sektor PHK tertinggi antara lain pengolahan sebanyak 28.336, aktivitas jasa lainnya 15.629 [tenaga kerja], dan perdagangan besar dan eceran sebanyak 8.543 [tenaga kerja],” tandasnya.