Bisnis.com, JAKARTA - Ombdusman RI menyoroti belum adanya langkah tanggap pemerintah untuk menyelamatkan PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex (SRIL) yang tengah krisis bahan baku imbas status kepailitan perusahaan tersebut.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan status pailit yang dinyatakan oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang, Sritex kesulitan mendapatkan bahan baku sehingga merumahkan 2.500 karyawan nya.
"Kami mendorong pemerintah untuk melakukan upaya-upaya percepatan dalam penyelesaian permasalahan ini untuk mencegah terjadinya gelombang PHK besar-besaran di PT Sritex," kata Yeka dalam keterangan resminya, dikutip Rabu (13/11/2024).
Hingga saat ini, kepailitan SRIL berdampak terhadap pemblokiran bea cukai untuk memasukkan dan mengeluarkan barang kebutuhan produksi ke kawasan SRIL. Kondisi ini dapat makin parah jika izin usaha tidak segera diberikan sebagai hasil dari proses kasasi yang sedang berjalan di Mahkamah Agung.
Terlebih, ketersediaan bahan baku produksi PT Sritex yang tersisa diperkirakan akan habis dalam tiga minggu ke depan, sehingga akan timbul potensi PHK besar-besaran, mengingat tidak ada lagi yang dapat dikerjakan oleh karyawan.
"Jadi, diperkirakan, PHK besar besaran akan terjadi 3 minggu ke depan," ujarnya.
Baca Juga
Di sisi lain, pailitnya PT Sritex disebut terindikasi potensi maladministrasi dalam pelayanan publik mengingat prosedur putusan pailit yang dinilai tidak mempertimbangkan segala aspek dan asas kepentingan umum.
"Hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan efek domino yang besar pada penyelenggaraan pelayanan publik sektor industri, perdagangan dan ketenagakerjaan yang secara lebih lanjut akan membawa keterpurukan sektor tersebut," jelasnya.
Pihaknya juga mendesak adanya reviu atas kebijakan dan Undang-Undang Kepailitan, yang dinilai berpotensi menimbulkan maladministrasi di masa depan.
Secara khusus kepada Kementerian Perdagangan, Ombudsman RI meminta untuk mengambil langkah kebijakan yang lebih ketat guna meningkatkan daya saing produk dalam negeri serta menanggulangi maraknya impor ilegal yang terjadi di Indonesia.
Menurut Ombudsman, fenomena ini tidak hanya mengancam pelaku industri lokal, tetapi juga dapat mengganggu ekosistem perdagangan secara keseluruhan di tingkat global.
Dengan demikian, pelaku usaha dalam negeri diharapkan dapat berkembang, membatasi produk impor yang merusak daya saing produk lokal, terutama pada industri tekstil yang rentan terhadap serbuan produk impor murah.
Yeka juga memberi masukkan kepada Presiden RI Prabowo Subianto agar pemerintah dapat mengambil tindakan segera untuk mengatasi kepailitan SRIL. Sebagaimana diketahui, Sritex dinyatakan pailit oleh PN Niaga Semarang berdasarkan putusan dengan nomor perkara 2/Pdt.SusHomologasi/2024/PN Niaga Smg, Sritex beserta 3 anak usahanya yaitu PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya karena telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayarannya.