Bisnis.com, JAKARTA - ASEAN merupakan salah satu wilayah dengan konsumsi energi terbesar di dunia. Dengan populasi yang terus bertambah hingga mencapai 700 juta orang, kebutuhan energi pun meningkat secara signifikan.
Namun, kenyataannya, sebagian besar permintaan energi yang melonjak ini masih dipenuhi oleh bahan bakar fosil. Akibatnya, sektor tenaga listrik ASEAN menyumbang hampir setengah (45%) dari total emisi kawasan ini.
Peningkatan ketahanan, konektivitas, dan resiliensi energi merupakan aspek krusial bagi sistem energi ASEAN. Langkah-langkah ini tidak hanya akan membantu memenuhi permintaan energi yang terus berkembang, tetapi juga memungkinkan transisi penting menuju energi hijau.
ASEAN Power Grid (APG) akan menjadi inisiatif penting dalam menciptakan masa depan yang terhubung ini. Konsep APG pertama kali diperkenalkan dalam Deklarasi Hanoi pada tahun 1998, dan menurut perkiraan International Energy Agency (IEA), hingga kini telah memfasilitasi pertukaran lebih dari 7.000 megawatt (MW) listrik melalui interkoneksi yang ada.
Dengan memperluas interkoneksi ini lebih jauh, APG berpotensi meningkatkan perdagangan listrik di kawasan hingga lebih dari 25.000 MW di masa depan.
APG memungkinkan negara-negara ASEAN untuk memfokuskan pembangkitan energi di wilayah yang paling kompetitif secara biaya. Listrik yang dihasilkan kemudian dapat disalurkan untuk memenuhi kebutuhan yang terdapat pada pusat-pusat permintaan tertinggi di seluruh kawasan.
Baca Juga
Negara-negara dapat memanfaatkan perdagangan lintas batas dengan memaksimalkan keuntungan dari kondisi geografis regional, sehingga mengurangi hambatan geografis antarnegara, sehingga dapat menghasilkan biaya pembangkitan yang optimal.
Interkoneksi jaringan listrik Uni Eropa (EU) dapat menjadi studi kasus yang menarik untuk memahami manfaat dari transisi ini. Infrastruktur interkoneksi di kawasan tersebut menciptakan jaringan sinkron tunggal, di mana setiap negara anggota bertanggung jawab menjaga keseimbangan jaringan secara terus-menerus.
Interkonektor yang dibangun antarnegara beroperasi pada tingkat regional, yang mengurangi kebutuhan cadangan sekaligus meningkatkan ketahanan. Dengan kebutuhan cadangan yang lebih rendah, investasi besar-besaran untuk peningkatan kapasitas dapat diminimalisir.
Sebagai jaringan interkoneksi yang terdepan di dunia, Interkoneksi jaringan Listrik Uni Eropa (EU) telah berkembang seiring waktu dan kini melayani lebih dari 600 juta orang di lebih dari 40 negara, dengan memperhitungkan konektivitas jaringan EU dengan benua lain.
Selain meningkatkan ketahanan dan keberlanjutan energi, APG juga berpotensi membuka peluang ekonomi tambahan bagi negara-negara anggota ASEAN. APG akan memberikan akses ke pasar yang lebih luas untuk ekspor listrik, sehingga turut mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
Studi Masterplan Interkoneksi ASEAN (AIMS) III yang dirilis oleh ASEAN Centre for Energy (ACE) dan Heads of ASEAN Power Utilities/Authorities (HAPUA), menunjukkan bahwa tambahan kapasitas interkoneksi sekitar 26 gigawatt (GW) diperlukan untuk mencapai target energi terbarukan di kawasan ini. Hal ini akan membutuhkan investasi sebesar US$330 miliar dalam jangka pendek dan US$771 miliar dalam jangka panjang, yang diharapkan dapat meningkatkan produk domestik bruto (PDB) sebesar US$31 miliar per tahun serta menciptakan 270.000 lapangan kerja.
Tahap pengembangan APG selanjutnya
APG menargetkan untuk menghubungkan 18 jaringan listrik di seluruh negara anggota ASEAN pada tahun 2040, meningkat dari sembilan interkoneksi perbatasan yang ada saat ini. Beberapa faktor penting diperlukan untuk mewujudkan tujuan ini.
Penyesuaian kebijakan dan kerangka regulasi merupakan faktor penting pertama. Regulasi perlu diselaraskan untuk mengurangi hambatan masuk bagi seluruh pelaku pasar. Ini termasuk penyederhanaan proses persetujuan regulasi untuk proyek lintas batas negara dan memastikan akses yang setara ke jaringan bagi semua pemain.
Langkah ini harus didukung dengan pembentukan badan pusat yang bertugas mengatur tata kelola APG. Tata kelola ini mencakup penetapan bahasa kerja bersama, mekanisme penyelesaian dan pembayaran, mekanisme penyelesaian sengketa, serta elemen penting lainnya.
Harmonisasi persyaratan teknis untuk interkoneksi jaringan merupakan faktor penting kedua. Standar teknis dan dinamika operasional yang selaras, seperti kode jaringan, sangat penting untuk mendukung koneksi antar jaringan. Ini mencakup harmonisasi frekuensi jaringan listrik, penetapan kerangka kerja bersama, serta kode transmisi dan pengukuran, beserta detail teknis lainnya.
Investasi merupakan faktor penting ketiga dan akan menjadi fondasi bagi pengembangan APG yang efektif. Menurut proyeksi IEA, ASEAN akan membutuhkan investasi antara US$20 miliar hingga US$30 miliar per tahun hingga 2030 untuk meningkatkan dan memperluas infrastruktur listriknya. Investasi ini mencakup peningkatan infrastruktur yang sudah ada, pembangunan interkoneksi baru, serta peningkatan stabilitas jaringan.
Untuk memenuhi kebutuhan investasi besar ASEAN, diperlukan akses ke opsi pembiayaan berkelanjutan yang dapat menyediakan modal dengan ketentuan yang menguntungkan. Mekanisme pembiayaan berkelanjutan ini merupakan faktor penting keempat sekaligus terakhir dalam mencapai tujuan APG. Mekanisme yang relevan meliputi pembiayaan lunak, obligasi hijau, dan dana iklim. Mekanisme ini akan menjadi kunci untuk memastikan pengembangan APG yang layak secara finansial dan ramah lingkungan.
Kerja sama adalah kunci utama bagi efektivitas implementasi APG
Mewujudkan visi terhubungnya pasar energi ASEAN yang kuat akan memerlukan upaya bersama dari semua pemangku kepentingan.
Pemerintah akan berperan penting dalam memperkuat nilai komersial proyek jaringan dengan mengurangi risiko investasi di sektor ini. Langkah ini akan memperkuat daya tarik bisnis bagi para investor komersial.
Pemerintah dapat menggunakan berbagai instrumen untuk mencapai tujuan ini. Beberapa inisiatif utama meliputi harmonisasi regulasi dan standar regional, serta pembentukan kerangka kebijakan yang stabil dan transparan untuk memberikan kepastian bagi para investor.
Sektor publik dan swasta juga harus berperan aktif. Mereka dapat mendorong inovasi dan investasi yang diperlukan untuk mewujudkan masa depan APG. Kemitraan publik-swasta (PPP) akan menjadi kunci dalam memobilisasi sumber daya yang dibutuhkan, berbagi risiko, dan memastikan pelaksanaan proyek berjalan tepat waktu.
Selain itu, penggunaan dana pembangunan publik akan menjadi faktor penting dalam menarik lebih banyak investasi swasta ke sektor ini. Dana tersebut dapat membantu mengurangi risiko investasi bagi pemain sektor swasta dan mendorong investasi melalui model blended financing pembiayaan campuran. Sektor swasta dapat berperan dalam mempromosikan solusi ini dengan menyediakan rangkaian proyek yang layak secara finansial untuk menarik dana pembangunan.
Dari sisi keuangan, lembaga keuangan merupakan pemangku kepentingan lainnya. Lembaga regional maupun internasional idealnya memimpin penyediaan modal (catalytic capital) sebagaimana dibutuhkan dalam pengembangan APG. Opsi pembiayaan berkelanjutan, seperti skema tarif konsesional, juga harus disediakan untuk memastikan investasi yang diperlukan dapat terealisasi.
Dukungan teknis juga menjadi faktor yang penting untuk mengatasi kompleksitas seperti regulasi dan pembiayaan dalam proyek integrasi lintas batas. Para pelaku, seperti bank pembangunan, memainkan peran penting dalam memberikan dukungan ini dengan menawarkan sumber daya untuk perencanaan infrastruktur, manajemen proyek, penyelarasan regulasi, dan pengembangan kapasitas di seluruh negara anggota ASEAN.
Layaknya puzzle, organisasi internasional, asosiasi, dan lembaga pengetahuan adalah kepingan yang melengkapi gagasan ini. Lembaga-lembaga ini akan memainkan peran penting dalam mendukung pengembangan, menyediakan platform untuk kolaborasi, pengembangan kapasitas, dan berbagi pengetahuan di seluruh kawasan.
Manfaat dari APG yang semakin matang sudah jelas, begitu juga langkah-langkah yang diperlukan untuk mewujudkannya. ASEAN perlu berkomitmen pada pendekatan strategis yang tepat, yang dibangun di atas kolaborasi lintas kawasan. Dengan pendekatan ini, kita dapat mendorong masa depan energi yang lebih berkelanjutan dan saling terhubung, yang pada akhirnya memperkuat ekonomi ASEAN secara keseluruhan.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Marko Lackovic, Managing Director & Partner, Boston Consulting Group dan Robert Tedjajuwana, Associate, Boston Consulting Group atas dukungan dan masukan yang berharga dalam penyusunan artikel ini.