Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri TPT Padat Karya Disebut Perlu Diskon Tarif Listrik-PPN 50%

Tarif listrik disebut salah satu yang paling banyak menelan ongkos biaya produksi industri TPT. Diskon 50% meringankan pelaku usaha khususnya yang padat karya.
Petugas memeriksa meteran listrik di salah satu Rumah Susun di Jakarta, Rabu (6/7/2022). Bisnis/Arief Hermawan P
Petugas memeriksa meteran listrik di salah satu Rumah Susun di Jakarta, Rabu (6/7/2022). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Center of Economic and Law Studies (Celios) menyebut pemerintah perlu memberikan insentif khusus untuk meringankan beban usaha industri tekstil dan produk tekstil (TPT).

Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, pemerintah perlu memberikan bantuan diskon tarif listrik lantaran listrik merupakan salah satu yang paling banyak menelan ongkos biaya produksi.

“Jadi untuk meringankan beban, diskon tarif listriknya disarankan bisa sampai 50%, terutama bagi perusahaan yang memenuhi syarat sebagai padat karya, atau berorientasi pada ekspor,” jelas Bhima kepada Bisnis, dikutip Minggu (30/6/2024).

Kedua adalah dengan mendorong retail modern yang beroperasi di Indonesia untuk menjual lebih banyak apparel atau baju dari pabrikan dalam negeri.  

Ketiga adalah dengan memberikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) khusus untuk produk tekstil pakaian jadi. Dia mengusulkan agar pakaian jadi dengan brand Indonesia di ritel modern diberikan keringanan tarif PPN.

“Misalkan [tarif PPN] jadi 8% dari 11%, itu salah satu cara juga,” katanya.

Kemudian dari sisi impor, Bhima menilai perlu adanya tindakan dan pengawasan serius terhadap barang impor ilegal, hingga impor pakaian jadi yang dianggap melakukan dumping. 

Di sisi lain, dia juga mendorong peran dari Kementerian Luar Negeri maupun Kementerian Perdagangan dalam hal ini Atase Perdagangan untuk mencari pasar-pasar baru dan memfasilitasi para pengusaha tekstil pakaian jadi di dalam negeri untuk melakukan penetrasi ekspor ke tempat-tempat yang potensial seperti Afrika, negara-negara di Kepulauan Pasifik, hingga Amerika Latin, sembari berhati-hati terhadap kerja sama perdagangan bebas.

“Misalnya dengan China, itu harus dilihat, jangan sampai sektor tekstil pakaian jadi dirugikan, karena kita mengenakan bea masuk yang sangat murah terhadap produk-produk impor asal China,” pungkasnya.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani sebelumnya menyebut bahwa industri TPT memiliki struktur biaya usaha yang akan semakin mahal dan beban usaha yang semakin besar, yang tidak dapat dikompensasi penuh oleh insentif-insentif pajak industri padat karya.

Hal ini turut menjadi salah satu pemicu tutupnya pabrik dan PHK massal belakangan ini.

“Secara struktur bisnis, industri TPT by default akan semakin terbebani dengan biaya usahanya hingga terdesak melakukan PHK, ketika demand pasarnya tidak cukup suportif untuk mengkompensasi kenaikan beban tersebut, atau ketika kenaikan upah minimum jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pasarnya,” kata Shinta kepada Bisnis, Kamis (27/6/2024).

Alasan lainnya yakni permintaan pasar industri TPT yang tengah terganggu. Dia menuturkan, permintaan pasar untuk industri skala besar dan berorientasi ekspor tengah terganggu akibat perlambatan pertumbuhan permintaan ekspor global, khususnya negara tujuan ekspor besar seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat.

Sementara itu, untuk industri TPT skala kecil-menengah dan umumnya berorientasi pasar domestik, permintaannya tergerus oleh impor-impor TPT ilegal dan dumping dari negara lain. 

Menurutnya, hal-hal tersebut membuat industri ini tidak dapat memiliki kinerja usaha yang cukup kuat untuk mempertahankan pekerja dalam jumlah besar selama isu-isu tersebut belum bisa diatasi, atau setidaknya mengurangi beban melalui peningkatan efisiensi beban usaha industri TPT dari sisi beban usaha lain.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ni Luh Anggela
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper