Bisnis.com, JAKARTA - Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menanggapi rencana Presiden terpilih Prabowo Subianto menjual hotel Badan Usaha Milik negara (BUMN) ke swasta.
Ketua Umum PHRI, Hariyadi BS Sukamdani mengaku belum mendapat informasi lanjutan dari tim transisi Prabowo Subianto soal wacana hotel BUMN dijual.
Kendati demikian, dia menyambut baik rencana tersebut. Menurutnya, keputusan tersebut sah-sah saja dilakukan.
“Kami belum mendapatkan informasi secara resmi, kita baru baca dari berita. Dan itu kalau tidak salah Pak Hashim yang mengungkapkan ya. Kalau menurut kami sah-sah saja sih,” kata Hariyadi saat ditemui di Jakarta, Senin (30/9/2024)
Di sisi lain, Hariyadi memproyeksi, rencana tersebut bakal mendapat minat besar dari para pengusaha swasta yang telah berencana untuk melakukan ekspansi usai Covid-19.
Untuk mendukung hal itu, Hariyadi memberikan catatan bahwa pemerintah perlu juga nantinya merumuskan kemudahan finansial. Salah satunya, dengan menggandeng perbankan memberikan kemudahan pembiayaan dalam rangka akuisisi hotel BUMN yang bakal dilepas itu.
Baca Juga
“Sama pihak perbankannya juga harus mendukung, soalnya kan habis Covid ini bank agak mengerem [memberikan pembiayaan]. Tapi ini kan akuisisi ya mungkin kalau akuisisi lebih relatif mudah dibanding [cari pembiayaan untuk] bikin hotel baru, karena kalau akuisisi pasar semua sudah ada tinggal berganti pemilik saja,” ujarnya.
Untuk diketahui, kabar mengenai rencana Prabowo Subianto hendak menjual Hotel BUMN kian santer usai Ketua Satuan Tugas (Satgas) Perumahan Presiden Terpilih Hashim S. Djojohadikusumo kembali menegaskan rencana tersebut.
Informasi mengenai rencana pelepasan hotel BUMN juga sempat dilontarkan Prabowo sebelum dirinya resmi terpilih sebagai presiden Republik Indonesia periode 2024 – 2029.
“Menurut saya, kami tidak membutuhkan hotel milik negara. Saya katakan, bagaimana menurut Anda, Pak Erick? Tapi saya meminta saran Anda,” kata Prabowo dalam Mandiri Investment Forum (MIF) di Hotel Fairmont, Selasa (5/3/2024).
Prabowo menyebut, pihaknya sangat terbuka kepada semua pihak yang tertarik menjalankan bisnis dan berinvestasi di Indonesia. Dia mengungkapkan, pemerintah di 1950-an harus berperan besar dalam mengembangkan pariwisata dalam negeri. Kendati begitu, sudah saatnya sektor swasta mendapat ruang yang lebih besar untuk mengembangkan pariwisata di Indonesia jika memungkinkan.
"Saya tidak mengerti mengapa kita perlu hadir di setiap sektor perekonomian. Maksud saya, menurut saya pariwisata di tahun 1950-an pemerintah harus mengambil peran sebagai pionir, tapi sekarang menurut saya kita harus membiarkan sektor swasta menjadi semakin dominan. Jika memungkinkan," ujarnya.