Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) memastikan pembatasan BBM bersubsidi tidak akan memicu kenaikan harga, justru membuat distribusi lebih tepat sasaran.
Deputi Transportasi dan Infrastruktur Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin mengatakan dari total 152,4 juta kendaraan yang ada saat ini dan dengan asumsi pembatasan untuk jenis kendaraan lebih dari 1.400 cc, maka dampaknya hanya menyasar pada 7% kendaraan.
"Apabila menggunakan asumsi yang dilaporkan di media, di mana jenis kendaraan >1400cc tidak akan menjadi golongan penerima subsidi BBM, maka dampak peraturan ini akan dirasakan kurang dari 7% populasi kendaraan," kata Rachmat di Kantor Kemenko Marves, dikutip Sabtu (14/9/2024).
Dalam hal ini, 7% kendaraan tersebut menyasar pada golongan masyarakat kelas atas yang selama ini disebut juga ikut menikmati BBM bersubsidi Pertalite. Untuk itu, pemerintah tengah menggodok mekanisme pengaturan distribusi subsidi BBM.
Hal ini juga seiring dengan dirilisnya BBM baru rendah sulfur yang berkualitas Euro 4 untuk menjawab polemik polusi udara serta penjaminan BBM bersubsidi bagi kelompok yang berhak dan membutuhkan.
“Rencana pemerintah adalah menyediakan BBM rendah sulfur tanpa menaikkan harga BBM. Sehingga masyarakat mendapatkan akses BBM yang lebih berkualitas dan lebih bersih," terangnya.
Baca Juga
Untuk menjalankan rencana tersebut tanpa membebani masyarakat dan negara, maka pemerintah bermaksud menyediakan BBM rendah sulfur yang lebih tepat sasaran, yaitu kepada golongan yang membutuhkan.
Rachmat menerangkan bahwa pemerintah akan meminimalisir dampak penyesuaian penyaluran subsidi BBM terhadap beban ekonomi masyarakat kelas menengah.
“Jadi golongan kelas atas tidak lagi berhak memanfaatkan subsidi BBM. Pada prinsipnya pemerintah memperhatikan kondisi tekanan ekonomi terhadap kelas menengah," ujarnya.
Rachmat menjabarkan alasan dibalik rencana pemerintah untuk mendorong penyaluran BBM bersubsidi rendah sulfur secara tepat sasaran.
“Dalam 5 terakhir, pemerintah rata-rata menghabiskan Rp119 triliun setiap tahunnya untuk subsidi BBM. Ini artinya pajak masyarakat tidak secara optimal tersalurkan karena tidak dinikmati golongan yang membutuhkan subsidi tersebut," tuturnya.
Dengan kondisi ini, maka penambahan anggaran subsidi BBM tidak dapat menjadi solusi bijak, menimbang risiko amplifikasi penyaluran subsidi BBM yang tidak tepat. Alhasil, pemerintah mengambil langkah yang mendorong penyediaan BBM bersubsidi rendah sulfur yang tepat sasaran.
Tantangan polusi udara yang berkepanjangan juga menuntut pemerintah untuk mengambil gebrakan dalam mendorong penyediaan BBM rendah sulfur yang lebih masif.
Terkait kesiapan, pihaknya menekankan bahwa saat ini sudah terdapat kilang minyak yang siap menyediakan solar rendah sulfur, khususnya di daerah Jakarta.
"Penyediaan BBM Bersubdisi rendah sulfur akan dijalankan secara bertahap, dimulai dari Jakarta sebelum nantinya berjalan secara nasional pada tahun 2028," pungkasnya.