Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Marak PHK & Pabrik Tekstil Tutup, Pengusaha Konfeksi Blak-blakan Kondisi Industri

Ikatan Pengusaha Konfeksi Berkarya (IPKB) blak-blakan kondisi industri di tengah maraknya PHK dan pabrik tekstil tutup.
Karyawan beraktivitas di salah satu pabrik di Jawa Barat. Bisnis/Bisnis
Karyawan beraktivitas di salah satu pabrik di Jawa Barat. Bisnis/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Ikatan Pengusaha Konfeksi Berkarya (IPKB) menyebut persaingan yang ketat dengan produk impor, utamanya dari China, menjadi penyebab utama bangkrutnya pabrik-pabrik tekstil dalam negeri dan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di Indonesia.

Ketua Umum IPKB Nandi Herdiaman menyampaikan, banjirnya produk impor yang sangat murah bahkan melalui jalur ilegal telah membuat industri lokal sulit untuk bersaing.

“Kebijakan perlindungan industri dalam negeri yang belum optimal serta rendahnya utilisasi kapasitas produksi di industri tekstil dalam negeri turut memperparah kondisi ini,” kata Nandi dalam keterangannya, Selasa (3/9/2024).

Akibat banjirnya produk impor murah, Nandi menyebut bahwa perusahaan tekstil mengalami penurunan kapasitas produksi hingga hanya 30% hingga 40% dari total kapasitas yang tersedia. 

Dia mencontohkan, volume ekspor industri tekstil nasional pada 2023 anjlok hingga mencapai titik terendah dalam 9 tahun terakhir. Kondisi ini, kata dia, telah membuat banyak perusahaan gulung tikar dan melakukan PHK besar-besaran.

Diakui Nandi, industri domestik sulit bersaing dengan produk impor asal China, salah satunya karena harganya yang jauh lebih murah. Dia menuturkan, produk asal Negeri Tirai Bambu ini kerap kali dijual dengan harga yang sangat rendah, tidak hanya karena skala produksi yang besar, tetapi juga adanya praktik-praktik tidak adil seperti under-invoicing dan subsidi dari pemerintah China kepada produsen lokal mereka.

“Ini membuat produk tekstil China lebih kompetitif dari segi harga di pasar Indonesia,” ujarnya. 

Terkait rencana pemerintah untuk mengenakan bea masuk yang tinggi terhadap produk tekstil asal China, Nandi mengakui bahwa kebijakan ini dapat membantu menekan volume impor dan memberikan sedikit ruang bagi industri lokal untuk berkembang.

Namun, dia menilai pengenaan bea masuk yang tinggi saja tidak cukup. Menurutnya, kebijakan ini perlu disertai dengan upaya yang lebih komprehensif seperti pengetatan pengawasan terhadap impor ilegal, penerapan standar kualitas yang ketat, serta dukungan terhadap inovasi, dan peningkatan kapasitas produksi industri lokal.

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat jumlah pekerja yang di PHK bertambah sebanyak 3.377 orang, menjadi 46.240 pekerja hingga Agustus 2024. Adapun merujuk data sebelumnya atau hingga Juli 2024, Kemnaker setidaknya menerima laporan sebanyak 42.863 orang ter-PHK. 

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemnaker Indah Anggoro Putri mengungkapkan, kasus PHK paling banyak terjadi di Provinsi Jawa Tengah, DKI Jakarta, dan Banten.

“Industri pengolahan termasuk tekstil, garmen, alas kaki menjadi sektor dengan jumlah PHK terbanyak hingga Agustus 2024,” ungkap Indah saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senin (2/9/2024).

Secara terperinci, PHK di Jawa Tengah dan Banten paling banyak terjadi di sektor industri pengolahan, sedangkan DKI Jakarta di sektor jasa seperti restoran dan kafe.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper