Bisnis.com, NUSA DUA — Fragmentasi global yang tengah terjadi berpotensi menghambat pencapaian poin-poin pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs).
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, mengatakan upaya pencapaian target target SDGs pada 2030 belum mencapai progres yang optimal. Suharso menuturkan, berdasarkan pemaparan dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), hanya 15% target SDGs yang mencatatkan progres, sementara poin-poin lainnya disebut justru mengalami kemunduran.
Suharso mengatakan, hal tersebut berpotensi pada lebih dari 50% dari populasi dunia yang tertinggal dan tidak dapat terlibat dalam perkembangan pembangunan global.
Dia menjelaskan, beragam tantangan global menjadi penyebab terhambatnya pemenuhan target target SDGs hingga saat ini. Tantangan-tantangan tersebut diantaranya mencakup tensi geopolitik, kesenjangan, kemiskinan ekstrem, perubahan iklim, pandemi global, krisis finansial dan disrupsi rantai pasok global.
"Hal ini menghambat upaya kolektif mencapai target-target dalam SDG pada 2030 serta memperburuk risiko fragmentasi global," ujar Suharso dalam acara Forum Tingkat Tinggi Kemitraan Multipihak atau High-Level Forum on Multi-Stakeholder Partnerships (HLF MSP) 2024 di Bali, Senin (2/9/2024).
Suharso menuturkan, fragmentasi global dapat semakin mengancam upaya pencapaian target-target SDGs. Mengutip riset dari Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO), dia mengatakan, fragmentasi dari sisi ekonomi dapat memicu penurunan produk domestik bruto (PDB) global sebesar 5% dengan skenario terbaginya blok perdagangan menjadi dua sisi.
Baca Juga
Serupa, Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan kerugian global akibat fragmentasi perdagangan dapat berkisar antara 0,2% hingga 7% dari PDB. Dia menyebut, kerugian tersebut bahkan dapat lebih besar dengan memperhitungkan fenomena technology decoupling.
"Ekonomi-ekonomi emerging market dan juga negara berpenghasilan rendah bisa terpengaruh negatif dari ini [fragmentasi] karena hilangnya transfer pengetahuan," jelas Suharso.
Seiring dengan hal tersebut, dia mengatakan kebijakan transformatif dan kerja sama internasional yang lebih kuat menjadi semakin penting ke depannya. Hal tersebut agar negara-negara dapat mencapai target-target SDGs ke depannya.
Dia menuturkan, kerja sama antara global south dan global north harus merupakan sebuah kolaborasi yang efektif, inklusif, dan didukung oleh kemitraan multi pemangku kepentingan.