Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pendapatan Negara 2025 Dipatok Rp2.996,9 Triliun, Ekonom Dorong Optimalisasi Digital

Pemerintah didorong lebih efektif dalam mencari sumber penerimaan negara dari pajak digital/
Petugas membantu wajib pajak melapor surat pemberitahuan (SPT) tahunan Pajak Penghasilan (pph) orang pribadi di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta beberapa waktu lalu. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Petugas membantu wajib pajak melapor surat pemberitahuan (SPT) tahunan Pajak Penghasilan (pph) orang pribadi di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta beberapa waktu lalu. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah didorong lebih efektif dalam mencari sumber penerimaan negara dari pajak. Salah satunya dengan menggencarkan sektor digital. 

Seperti diketahui, pemeritanh telah mengumumkan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 dirancang dengan penerimaan Rp2.996,9 triliun yang terdiri dari penerimaan perpajakan Rp2.490,9 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp505,9 triliun.

Didik J Rachbini, Ekonom Senior Institute For Development of Economics and Finance (Indef) sekaligus Guru Besar Universitas Paramadina mengungkapkan keraguannya terkait pencapaian target tersebut. Menurutnya, pemerintah perlu menggali sumber baru pendapatan pajak untuk mengatasi tantangan ini, salah satunya melalui ekonomi digital. Segmen ini memiliki banyak lini seperti ecommerce hingga sektor fintech peer-to-peer lending atau pinjaman online (pinjol).

Dalam catatan Bisnis, outstanding pembiayaan pinjol sepanjang 2023 sebesar Rp59,64 triliun dengan kontribusi pajak digital yang didapat sebesar Rp1,1 triliun. Sementara di 2024, periode Januari-Juni tercatat outstanding pembiayana pinjol mencapai Rp66,79 triliun dengan kontribusi perimaan pajak mencapai Rp635,81 miliar. 

"Dari angka di atas, kontribusi pajak digital dari pinjol masih belum optimal jika dibandingkan dengan peningkatan volume pembiayaan. Peningkatan outstanding pembiayaan tidak diiringi oleh peningkatan proporsional dalam penerimaan pajak," kata Didik kepada Bisnis, Sabtu (17/8/2024).

Menurutnya, hal itu menunjukkan bahwa ada ruang untuk memperbaiki efektivitas penarikan pajak dari sektor digital jika bisa dibenahi lebih baik. Menurutnya juga, yang menjadi tantangan saat ini salah satunya adalah literasi masyarakat.

"Pinjol sendiri jangan menjadi ekonomi bawah tanah yang cenderung ilegal seperti kredit informal, yang menjerat nasabah," kata Didik.

Data penerimaan pajak dari sektor pinjol menunjukkan tren meningkat dari tahun ke tahun. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat pinjaman online telah menyumbang penerimaan pajak sebesar Rp2,19 triliun hingga Juni 2024. 

Penerimaan dari pajak pinjol ini berasal dari Rp446,39 miliar penerimaan tahun 2022, Rp1,11 triliun penerimaan tahun 2023, dan Rp635,81 miliar penerimaan tahun 2024 (sampai Juni).

Pajak fintech tersebut terdiri atas PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) dan Badan Usaha Tetap (BUT) sebesar Rp732,34 miliar, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) sebesar Rp270,98 miliar, dan PPN DN atas setoran masa sebesar Rp1,19 triliun.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper