Bisnis.com, JAKARTA — Kinerja tiga komoditas utama ekspor Indonesia yakni batu bara, besi dan baja hingga crude palm oil (CPO) kompak mengalami penurunan. Dari ketiganya, permintaan minyak sawit paling anjlok.
Merujuk pada Laporan Badan Pusat Statistik, ekspor CPO dan turunannya mengalami penurunan signifikan dari US$2,18 miliar pada Juni menjadi US$1,39 miliar pada Juli 2024 atau anjok sekitar 36,37% secara bulanan dan 39,22% secara tahunan.
Lebih terperinci, kinerja lesu minyak sawit disebabkan oleh turunnya permintaan dari sejumlah negara utama yakni India dan China. Ekspor ke India misalnya turun 59,31% (mtm) dan turun 67,50% (YoY).
Ulasan tentang ekspor CPO dan turunannya yang mengalami penurunan signifikan dari US$2,18 miliar pada Juni menjadi US$1,39 miliar pada Juli 2024, menjadi salah satu pilihan Bisnisindonesia.id, selain beragam kabar ekonomi dan bisnis yang dikemas secara mendalam dan analitik tersaji dari meja redaksi Bisnisindonesia.id.
Berikut intisari dari top 5 News Bisnisindonesia.id yang menjadi pilihan editor, Jumat (16/8/2024):
Karpet Merah Jokowi Beri Kemudahan Pemanfaatan Lahan IKN
Pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah nomor 12 tahun 2023, tentang Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal Bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara (IKN) dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2024 yang diteken Presiden Joko Widodo pada 12 Agustus 2024.
Pada beleid baru PP nomor 29 tahun 2024 pasal 18, Otorita IKN memberikan jaminan kepastian jangka waktu HAT (Hak Atas Tanah) melalui satu siklus pertama dan dapat dilakukan pemberian kembali satu siklus kedua kepada pelaku usaha.
Selanjutnya, diberikan hak pakai untuk jangka waktu paling lama 80 tahun melalui satu siklus pertama dan dapat dilakukan pemberian kembali melalui satu siklus kedua dengan jangka waktu paling lama 80 tahun berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi.
Alarm Kinerja Ekspor CPO Tersandung Permintaan India—China
Sejak awal tahun, India diketahui mulai meningkatkan permintaan terhadap minyak bunga matahari sembari mulai mengurangi pembelian minyak sawit. Faktor turunnya harga sunflower oil menjadi salah satu penyebab.
Di sisi lain, penurunan nilai ekspor batu bara, besi-baja juga terjadi secara bulanan maupun tahunan. Pengapalan batu bara turun -0,07% secara bulanan dan -2,49 secara tahunan. Kemudian, nilai ekspor ekspor dan baja turun 3,28% secara bulanan dan 8,07% penurunannya secara tahunan.
Secara keseluruhan, BPS mencatat nilai ekspor Indonesia mencapai US$22,21 miliar atau naik 6,55% dibandingkan Juni 24. Perinciannya, ekspor migas senilai US$1,42 miliar atau naik 15,57% (MtM) dan nilai ekspor nonmigas naik 5,98% dengan nilai US$20,79 miliar.
Sementara itu, surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai senilai US$0,47 miliar. Meski terus mencatat surplus selama 51 bulan berturut-turut sejak Mei 2020, performa perdagangan RI turun sebesar US$1,92 miliar secara bulanan.
Daya Pol Capai Kapitalisasi Pasar US$1 Triliun
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang kembali memecah rekor menjadi tanda bahwa pasar modal di Indonesia berada pada jalur yang benar. Akan tetapi para pemangku kepentingan tidak boleh terlena dan menganggap target-target yang dipatok dapat tercapai dengan mudah.
IHSG ditutup menguat 1,08% ke level 7.436,039 pada perdagangan Rabu (14/8/2024). Level tersebut merupakan rekor tertinggi baru yang diukir setelah ditutup melampaui rekor sebelumnya 7.433 pada 14 Maret 2024.
Pada perdagangan Kamis (15/8/2024), IHSG kembali turun 0,36% ke angka 7.409. Di level itu, IHSG naik 1,17% secara year-to-date (YtD) dengan kapitalisasi pasar menyentuh Rp12.601 triliun.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa Bursa Efek Indonesia (BEI) Irvan Susandy mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang mendorong naiknya kinerja IHSG.
Salah satunya, makin besarnya kemungkian penurunan Fed Fund Rate dalam waktu dekat. Menurut Fedwatch Tool, kata Irvan, peluang The Fed akan menurunkan suku bunga bulan depan adalah 100%.
Visi Hijau Dibayangi Lonjakan Kredit Pertambangan
Laju pesat pertumbuhan kredit pertambangan dan penggalian pada awal tahun ini seperti bertolak belakang dengan visi keberlanjutan yang mulai kerap didengungkan industri perbankan akhir-akhir ini. Namun, kondisi ini sulit dihindari di tengah ketergantungan nasional yang masih tinggi terhadap sumber daya hasil tambang, termasuk batu bara.
Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kredit sektor pertambangan dan penggalian per Mei 2024 tumbuh pesat 28,09% year-on-year (YoY), menjadi Rp328,4 triliun. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding rata-rata pertumbuhan kredit nasional yang sebesar 12,1% YoY menjadi Rp7.376 triliun.
Kredit ke segmen pertambangan dan penggalian ini menyumbang 4,5% dari total portofolio kredit nasional per Mei 2024. Namun, belakangan OJK mengatakan bahwa per Juni 2024, porsinya bahkan sudah mencapai sekitar 8%.
Catatan Satu Dasawarsa Pembangunan Infrastruktur Masa Kepemimpinan Jokowi
Selama 1 dekade, Presiden Joko Widodo terus membangun proyek infrastruktur. Jokowi membangun Indonesia dari pinggiran sebagai agenda prioritas Nawacita yang digagas pada 2014 tersebut memakan biaya yang cukup besar. Selama 10 tahun terakhir, Jokowi menghabiskan Rp3.592 triliun untuk membangun proyek infrastruktur.
Berdasarkan catatan Bisnis, alokasi anggaran infrastruktur dalam APBN dalam 5 tahun terakhir mengalami fluktuasi. Kenaikan tertinggi terjadi pada 2021 yaitu meningkat 31,2% dengan jumlah anggaran Rp403,3 triliun.
Jokowi mengalokasikan anggaran infrastruktur sebesar Rp422,7 triliun pada 2024 atau naik Rp30,7 triliun jika dibandingkan anggaran tahun sebelumnya. Adapun besaran alokasi APBN untuk infrastruktur tahun 2023 ditetapkan sebesar Rp391,7 triliun atau naik 5% dibandingkan anggaran infrastruktur tahun 2022 Rp373,1 triliun.
Sementara itu, pada 2019 APBN infrastruktur dipatok di level Rp394,1 triliun. Kemudian, saat pandemi Covid-19 melanda besaran anggarannya terpantau mengalami pelandaian atau susut 22% menjadi Rp307,3 triliun.