Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekspor CPO RI ke China dan India Merosot, Ternyata Ini Biang Keroknya!

Pengusaha sawit mengungkapkan penyebab ekspor minyak kelapa sawit (CPO) dan turunannya ke sejumlah negara mengalami penyusutan pada Juli 2024.
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor. Bisnis/Arief Hermawan P
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor. Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Pengusaha sawit mengungkapkan penyebab ekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dan turunannya ke sejumlah negara mengalami penyusutan pada Juli 2024.

Adapun, teranyar laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa nilai ekspor CPO dan turunannya pada Juli 2024 sebesar US$1,39 miliar mengalami penurunan secara bulanan maupun tahunan.

Nilai ekspor CPO pada Juli tersebut turun 36,37% (month-to-month/mtm) dibandingkan nilai ekspor pada bulan sebelumnya sebesar US$2,18 miliar.

Begitu pun, nilai ekspor CPO dan turunannya pada Juli 2024 menyusut 39,22% (year-on-year/YoY) dibandingkan nilai ekspor Juli tahun lalu sebesar US$2,28 miliar.

Secara total volume ekspor CPO dan turunannya pada Juli 2024 tercatat sebanyak 1,62 juta ton merosot hampir 1 juta ton dibandingkan volume ekspor pada bulan sebelumnya mencapai 2,67 juta ton.

BPS menyebut, penurunan volume ekspor itu dipicu oleh pelemahan permintaan dari negara-negara tujuan ekspor utama CPO Indonesia seperti China, India, dan Pakistan.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono, mengakui kondisi perekonomian global yang belum membaik telah berdampak pada pelemahan permintaan minyak sawit. Apalagi, kata dia, persaingan harga antara minyak nabati lainnya yang semakin ketat telah membuat CPO Indonesia semakin tertekan.

Bahkan, Eddy menyebut harga minyak biji bunga matahari saat ini lebih murah dibandingkan minyak sawit. Kondisi itu memicu para konsumen yang selama ini menjadi importir terbesar CPO Indonesia beralih ke minyak nabati lainnya.

"Termasuk selisih harga dengan minyak soybean [kedelai] tidak terlalu signifikan sehingga negara importir punya pilihan," ujar Eddy saat dihubungi, Kamis (15/8/2024).

Oleh karena itu, Eddy mengusulkan sejumlah strategi kepada pemerintah agar ekspor CPO dan turunannya bisa membaik. Salah satunya yang utama, kata dia, adalah penyesuaian instrumen pungutan ekspor (PE), bea keluar (BK) dan domestic market obligation (DMO) minyak goreng.

Dengan penyesuaian instrumen tersebut, Eddy meyakini bahwa harga minyak sawit Indonesia akan lebih kompetitif dibandingkan minyak nabati lainnya saat ini.

"Kalau sewaktu harga minyak sawit lebih mahal, komponen itu [BK,PE, DMO] bisa diturunkan sementara," ucap Eddy.

Adapun, pemerintah menetapkan harga referensi CPO pada periode Agustus 2024 sebesar US$820,11 per ton dengan besaran PE US$85 per ton dan BK US$33 per ton.

Untuk diketahui, BPS mencatat ekspor CPO ke India pada Juli 2024 mengalami penyusutan hingga 59,31% (mtm), ke China turun 49,56% (mtm), dan ekspor ke Pakistan juga turun 17,78% (mtm).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Rachmawati
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper