Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan Purchasing Manager Index (PMI) Manufaktur yang merosot ke zona kontraksi sejalan dengan sejumlah industri yang ‘babak belur’.
Meski permintaan masih memadai, namun Bendahara Negara tersebut mengamini bahwa terjadi kompetisi perdagangan dari impor yang membuat industri tersebut tertekan.
Sri Mulyani mengungkapkan setidaknya terdapat empat industri paling tertekan pada Juli 2024.
“Demand memang masih memadai tapi kompetisi dari impor. Menperin dan Mendag meminta dan sekarang dalam proses dalam bentuk apakah anti dumping, apakah bea masuk untuk menjaga proteksi industri dalam negeri,” tuturnya dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (13/8/2024).
Mengacu paparan Sri Mulyani, pertumbuhan industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) pada Juli 2024 harus stagnan alias tidak tumbuh atau tumbuh 0%.
Sementara industri alas kaki hanya tumbuh 1,9% (year-on-year/yoy). Kemudian industri karet mampu tumbuh 2,1%. Di sisi lain, industri mesin menunjukkan kontraksi pada Juli 2024 sebesar 1,8%.
Baca Juga
“Ini mengambarkan area manufaktur yang sedang mengalami tekanan. Entah saingan barang impor. Oleh karena itu, menteri terkait mereka akan melakukan langkah-langkah yang keluarnya dalam bentuk PMK. Entah menggunakan bea masuk, entah pakai cara tarif, atau cara lain,” jelasnya.
Meski demikian, Indeks Keyakinan Bisnis dalam survei PMI terus menunjukkan peningkatan. Hal ini mencerminkan optimism pelaku usaha terhadap kinerja dalam 12 bulan ke depan.
Di samping empat industri yang harus tertekan, industri makanan minuman, farmasi, dan logam dasar justru menopang kinerja PMI.
Sektor manufaktur tumbuh 3,95% (yoy) didorong industri bernilai tambah tinggi. Industri logam dasar tumbuh double digit, dikuti industri kimia dan industri makan minum yang masih tumbuh kuat. Masing-masing tumbuh 18,1% (yoy), 8%, dan 5,5%.
Secara umum, Sri Mulyani menilai agregat demand positif, konsumsi membaik, investasi baik, konsumsi pemerintah menuju normal, ekspor membaik, impor membaik.
“Ada harapan PMI tidak akan terlalu lama di bawah 50,” imbuhnya.
Berdasarkan laporan terbaru S&P Global, Kamis (1/8/2024), indeks yang menggambarkan aktivitas manufaktur nasional itu turun dari bulan sebelumnya yang masih di level ekspansi 50,7.
Economis Director S&P Global Market Intelligence Paul Smith mengatakan, perlambatan tersebut didorong penurunan marginal pada kondisi operasional produk yang dipengaruhi pasar.
"Dengan permintaan baru berkurang dan produksi turun untuk pertama kali dalam 2 tahun sehingga produsen lebih waspada, aktivitas pembelian sedikit dikurangi dan ketenagakerjaan menurun pada kecepatan tertinggi sejak bulan September 2021," kata Paul dalam laporan tersebut.