Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan pedagang pasar, koperasi, warung kelontong hingga ritel modern kompak menolak aturan penjualan rokok terbaru dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.28/2024.
Adapun, sejumlah asosiasi dan perhimpunan yang menentang beleid tersebut antara lain, Asosiasi Koperasi Ritel Indonesia (Akrindo), Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (Keris), Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (Aparsi), Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), dan Pengusaha Kelontong Seluruh Indonesia (Perpeksi).
Para pelaku usaha mempermasalahkan adanya larangan penjualan rokok eceran atau batangan dan zonasi larangan penjualan rokok 200 meter dari satuan pendidikan.
Ketua Umum Akrindo, Anang Zunaedi, menekankan bahwa aturan penjualan rokok dalam PP No.28/2024 dipastikan bakal merugikan toko-toko ritel. Dia menyebut terdapat 900 lebih anggota Akrindo dengan 1.050 toko-toko lokal yang sebagian besar mengandalkan pendapatan dari penjualan rokok.
"Bahkan, anggota koperasi yang kebanyakan UMKM itu mengandalkan rokok ini karena omzetnya mencapai 50%," kata Anang, Selasa (13/8/2024).
Dia pun menganggap aturan zona larangan penjualan rokok 200 meter dari satuan pendidikan bakal menimbulkan konflik sosial di samping adanya konflik ekonomi. Musababnya, Anang mengakui tidak sedikit anggota koperasi yang tokonya bahkan berada dalam lingkungan pondok pesantren dan satuan pendidikan lainnya.
Baca Juga
Setali tiga uang, Ketua Umum Keris, Ali Mahsun menyebut PP No.28/2024 tidak adil dan diskriminatif karena berisiko mematikan puluhan juta pelaku ekonomi rakyat.
Bahkan, aturan larangan penjualan rokok secara eceran dan zona larangan penjualan rokok 200 meter itu dianggap Ali bakal memicu adanya modus pungli di kalangan aparat negara.
"Sejak Desember 2022 kami tegas ke Jokowi agar tidak melarang penjualan rokok eceran," ucapnya.
Perwakilan APPSI, Herninta Defayanti, menyebut pasal 434 PP No.28/2024 menjadi pukulan keras bagi pedagang di pasar. Musababnya, penjualan rokok di kalangan pedagang pasar rata-rata menyumbang hingga 30% dari total pendapatan.
"Rokok salah satu komoditas fast moving cepat menjadi penopang omzet mereka," kata Herninta.
Dia pun mendesak agar aturan penjualan rokok dalam PP No.28/2024 ditinjau ulang untuk menjamin keberlangsungan usaha para pedagang pasar.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan aturan pelaksana dari UU No.17/2023 tentang Kesehatan melalui PP No.28/2024. Dalam pasal 434 ayat 1 beleid itu disebutkan adanya larangan individu menjual produk tembakau dan rokok elektronik secara eceran atau per batang, kecuali bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik.
Tak hanya itu, dalam beleid tersebut juga membatasi penjualan rokok yang dilarang dengan dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.