Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rokok Eceran Dilarang, Kemenkes Siapkan Aturan Sanksi Bagi Pedagang Bandel

Kemenkes segera menyiapkan aturan penindakan bagi pedagang yang masih menjual rokok eceran per batang.
Pedagang memegang bungkus rokok bercukai di Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Pedagang memegang bungkus rokok bercukai di Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tengah menyiapkan aturan penindakan bagi pedagang yang masih menjual rokok eceran per batang.

Peraturan tersebut sesuai dengan hadirnya Peraturan Pemerintah (PP) No 28/2024 tentang Peraturan Pelaksana UU No 17/2023 tentang Kesehatan yang telah diundangkan dan berlaku sejak 26 Juli 2024. 

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi mengatakan bahwa saat ini belum ada mekanisme penindakan yang tercantum dalam beleid anyar tersebut. 

Kemenkes segera menyusun aturan turunan yang mengatur soal penindakan dan sanksi.

"Nanti akan dibahas [penindakan pedagang eceran] dan diatur di Permenkes," kata Nadia saat dihubungi, Rabu (31/7/2024). 

Kendati tak memberikan detail potensi mekanisme penindakan, pihaknya akan mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) sebagai aturan teknis larangan penjualan rokok per batang. 

Di samping itu, Nadia mengungkap urgensi pemerintah untuk menerapkan larangan tersebut karena adanya peningkatan prevalensi merokok pada usia remaja dan dampak merokok terhadap kesehatan dinilai sangat merugikan. 

Laporan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang dengan 7,4% diantaranya berusia 10-18 tahun. Jumlah perokok kelompok anak dan remaja meningkat paling signifikan. 

Dalam laporan tersebut ditunjukkan bahwa kelompok usia 15-19 tahun merupakan kelompok perokok terbanyak (56,5%), diikuti usia 10-14 tahun (18,4%).

Tujuan yang ingin dicapai pemerintah dari kebijakan ini yaitu mengurangi prevalensi merokok pada masyarakat pada umumnya dan pada remaja secara khusus. 

"Kita tahu pengeluaran pembelian rokok ini akan lebih baik digunakan untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga," ujarnya. 

Nadia mengimbau masyarakat dan berbagai pihak untuk berkomitmen dalam upaya menurunkan prevalensi merokok yang meningkat dan menimbulkan risiko tinggi pada kesehatan dan membengkaknya beban biaya ekonomi. 

Namun, dia tak memungkiri adanya kontra dari sisi industri dan pekerja yang terancam kehilangan mata pencariannya dari industri hasil tembakau (IHT), khususnya para petani tembakau. 

"Tentunya berbagai upaya dilakukan termasuk misalnya petani tembakau mendapat pendapatan yang tetap cukup walau tidak melalui industri tembakau," pungkas.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper