Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bakal memasukan regulasi perdagangan karbon dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru Energi Terbarukan (RUU EBET).
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi mengatakan, poin tersebut sudah dibahas saat rapat dengan DPR.
“Kita sudah mencantumkan nilai ekonomi karbon, itu sudah selesai dengan DPR. Jadi nilai ekonomi karbon itu akan menjadi posisi tertinggi regulasi, karena akan tercantum di UU EBET," kata Eniya saat ditemui di JCC Senayan, Kamis (4/7/2024).
Eniya menyampaikan, saat ini untuk perdagangan karbon masih nengacu kepda Peraturan Presiden untuk nilai ekonomi karbonnya.
"Nanti kalau undang-undangnya sudah terbit, nilai ekonomi karbon ini akan ada di posisi tertinggi peraturannya," ucapnya.
Lebih lanjut, Eniya menambahkan, dengan masuknya nilai ekonomi karbon ke dalam UU akan meempermudah implementasinya, karena EBT memiliki carbon offsetnya.
Baca Juga
"Karbonnya bisa di trading, apakah bisa cross border, segala macam itu nanti akan diatur," ujar Eniya.
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengusulkan agar ketentuan perdagangan karbon diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET).
Ketentuan tersebut masuk dalam substansi nilai ekonomi karbon. Adapun, usulan nilai ekonomi karbon merupakan usulan baru dari pemerintah yang belum termasuk dalam dalam daftar inventaris masalah RUU EBET yang disampaikan oleh pemerintah.
Usulan ini diajukan sebagai bagian dari substansi Transisi Energi dan Peta Jalan dalam rangka mencapai target nationally determined contribution (NDC) untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
“Upaya pengurangan emisi gas rumah kaca dapat menjadi bagian dari mekanisme perdagangan karbon melalui prosedur perdagangan emisi, pungutan atas karbon, dan mekanisme lain yang ditetapkan pemerintah sesuai perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif saat rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Senin (20/11/2023).