Bisnis.com, JAKARTA - DPR RI dan Pemerintah sepakat untuk memberikan penyertaan modal negara (PMN) kepada 17 BUMN dengan total Rp27,4 triliun pada tahun anggaran 2024.
Kesepakatan tersebut diketok oleh Komisi XI DPR RI dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja di DPR RI, Rabu (3/7/2024).
“Kita sepakat dengan kesimpulan rapat hari ini [menyetujui PMN tunai dan nontunai pada APBN tahun anggaran 2024],” kata Ketua Komisi XI DPR RI Kahar Muzakir.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan rapat dengan Komisi XI DPR menghasilkan sejumlah kesimpulan penting terkait prinsip tata kelola yang baik dalam pengelolaan PMN.
“Saya menghargai Komisi XI melakukan pendalaman dan melihat secara lebih teliti kepada seluruh PMN ini baik yang tunai maupun yang non tunai, yang akan dilaksanakan untuk tahun anggaran 2024. Untuk prinsip PMN yang non tunai akan dilakukan appraisal dengan nilai yang lebih sahih, saya [rasa] itu merupakan suatu tata kelola yang baik,” ungkap Sri Mulyani.
Di samping itu, rapat juga mencatat pentingnya monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap BUMN yang menerima PMN untuk tetap menjaga tata kelola yang baik, kompetensi, profesionalisme dan integritas yang tinggi.
Baca Juga
Sri Mulyani setuju bahwa PMN-PMN ini harus terus dimonitor dengan key performance indicators dan tadi juga telah dimintakan laporan setiap 6 bulan kepada Komisi XI.
"Untuk itu, kami akan melakukan suatu kontrak kinerja dengan masing-masing BUMN, juga evaluasi secara berkala,” ujarnya.
Berdasarkan catatan Bisnis, Komisi XI DPR RI menyetujui sebagian besar suntikan modal negara, baik yang tunai maupu nontunai, yang diusulkan oleh pemerintah lewat Kemenkeu.
Total PMN tunai yang disetujui pada tahun anggaran 2024 berjumlah Rp13 triliun dan PMN nontunai mencapai Rp14,4 triliun. Dengan demikian, total PMN tahun anggaran 2024 yang disetujui Rp27,4 triliun untuk 17 perusahaan pelat merah.
Sederet perusahaan pelat merah yang mendapat suntikan modal di akhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), antara lain PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau SMF, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI, PT Industri Kereta Api Indonesia atau Inka, PT Hutama Karya (Persero), PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) atau Pelni, PT Len Industri (Persero), PT Biofarma (Persero), PT Pertamina (Persero), hingga PT Danareksa (Persero).
BUMN-bumn tersebut telah memaparkan kinerja, program kerja pada tahun ini, hingga kebutuhan suntikan modal yang dibutuhkan kepada Kemenkeu dan Komisi XI DPR sejak beberapa hari silam.
Segudang Masalah BUMN
Meski demikian, besaran PMN yang disetujui oleh DPR berbeda dengan jumlah yang diajukan oleh masing-masing BUMN. Komisi XI DPR RI memberikan rekomendasi penambahan PMN kepada PT Pelayaran Indonesia (Pelni) sebesar Rp1 Triliun. Sebelumnya, PT Pelni meminta penambahan anggaran senilai Rp500 miliar untuk pembelian satu unit kapal baru.
“Komisi XI DPR RI merekomendasikan PMN Rp1,5 triliun untuk uang muka pengadaan tiga unit kapal baru penumpang PT Pelni yang telah melewati batas usia operasi,” kata Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Amir Uskara.
Berbeda dengan PT Pelni, DPR justru memangkas PMN kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) hanya sebesar Rp5 triliun, lebih rendah dari usulan awal Rp10 triliun.
Seperti diketahui, LPEI sedang didera kasus fraud fasilitas kreditnya hingga mengalami kerugian yang membengkak. DPR pun menyoroti permasalahan di LPEI, bahkan meminta lembaga di bawah Kementerian Keuangan itu ditutup.
Sepanjang 2023, LPEI juga mengalami rugi tahun berjalan mencapai Rp16,5 triliun baik secara individual maupun konsolidasian per 31 Desember 2023. Kerugian tersebut meningkat disebabkan oleh kerugian penurunan nilai aset keuangan yang mencapai Rp16,9 triliun.
Anggota Komisi XI dari Partai Gerindra Kamrussamad mengatakan atas kondisi tersebut, LPEI menjadi warisan atau legecy buruk bagi Menteri Keuangan Sri Mulyani.
"Jadi, mending LPEI ditutup saja," katanya dalam RDP dengan LPEI pada Senin (1/7/2024).
Lebih lanjut, Wakil Ketua Komisi XI Dolfie O.F.P menolak usulan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyuntik PMN untuk Badan Bank Tanah senilai Rp1 triliun.
Dolfie menilai rumusan injeksi PMN bagi Badan Bank Tanah belum memiliki urgensi yang tinggi. Dengan demikian, pihaknya secara tegas menolak usulan tersebut.
“Tidak [disetujui dapat PMN], di depan Menteri Keuangan kita sudah bilang tidak setuju. Belum urgent saja,” tuturnya saat ditemui di DPR RI Selasa (2/7/2024).
Menolak Dibubarkan
BUMN yang meminta suntikan modal kepada pemerintah pada tahun ini ternyata tidak semua dalam kondisi baik. Salah satu perusahaan pelat merah yang mengajukan PMN tahun anggaran 2024, yaitu PT Varuna Tirta Prakasya (Persero).
Berdasarkan catatan Bisnis, Varuna Tirta Prakasya masuk dalam daftar enam perusahaan BUMN yang disebut-sebut akan dibubarkan. BUMN lainnya yang masuk 'daftar hitam', antara lain PT Indah Karya (Persero), PT Dok Dan Perkapalan Surabaya (Persero), PT Barata Indonesia (Persero) dan PT Semen Kupang.
Soal wacana pembubaran tersebut, Direktur Utama Varuna Tirta Adi Nugroho menyatakan pihaknya belum pernah diajak berdiskusi terkait dengan rencana pembubaran. Perseroan sejauh ini bahkan masih menyusun Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP).
“Kami dari manajemen belum pernah diminta atau diajak berbicara terkait [isu pembubaran], bahkan beberapa waktu kami masih menyusun RJPP untuk ke depannya,” ujarnya saat rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR, Selasa (3/7/2024).
Di sisi lain, Adi mengakui bahwa keuangan Varuna Tirta mengalami kerugian beruntun selama 2019 – 2022. Perseroan rugi Rp2,61 miliar pada 2019, lalu Rp39,64 miliar pada 2020, kemudian Rp28,79 miliar pada 2021, dan 2022 merugi Rp45,83 miliar.
Kendati demikian, dia menyatakan bahwa perseroan terus melakukan perbaikan secara internal sehingga mampu menghasilkan laba senilai Rp1,96 miliar sepanjang 2023.
Pada kesempatan tersebut, Adi juga meminta restu kepada Komisi XI DPR RI agar dapat meraih Penyertaan Modal Negara (PMN) nontunai atas sebidang tanah dan bangunan kantor dengan nilai perolehan sebesar Rp23,19 miliar.
“Dan juga mudah-mudahan pada kesempatan kali ini, dengan adanya PMPP [Penyertaan Modal Pemerintah Pusat] menjadi titik balik dari Varuna Tirta, yang tadinya mungkin ada isu penutupan, menjadi langkah maju kedepannya,” pungkasnya.
Permintaan Adi rupanya didengar oleh DPR RI. Setelah melalui rapat yang panjang, Komisi XI akhirnya menyetujui suntikan modal kepada Varuna Tirta Prakasya berupa barang milik negara (BMN) dengan nilai wajar Rp24,12 miliar.
Daftar BUMN Penerima PMN Tunai dan NonTunai Tahun Anggaran 2024
PMN Tunai 2024 | |
---|---|
BUMN | Jumlah yang Disetujui |
PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) | Rp1,89 triliun |
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia | Rp5 triliun |
PT Kereta Api Indonesia (Persero) | Rp2 triliun |
PT Industri Kereta Api Indonesia | Rp965 miliar |
PT Hutama Karya (Persero) | Rp1 triliun |
PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) | Rp1,5 triliun |
Kewajiban penjaminan pemerintah | Rp635 miliar |
PMN NonTunai 2024 | |
---|---|
BUMN | Jumlah yang Disetujui |
PT Hutama Karya (Persero) | Berupa barang milik negara (BMN) dengan nilai wajar sebesar Rp1,93 triliun |
PT Len Industri (Persero) | Berupa konversi utang sebesar Rp649,22 miliar |
PT Bio Farma (Persero) | Berupa BMN dengan nilai wajar Rp68 miliar |
PT Sejahtera Eka Graha | Rp965 miliar |
PT Hutama Karya (Persero) | Berupa BMN dengan nilai wajar Rp1,22 triliun |
PT Varuna Tirta Prakasya (Persero) |
Berupa BMN dengan nilai wajar Rp24,12 miliar |
PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) | Berupa BMN dengan nilai wajar sebesar Rp367,53 miliar |
Perum DAMRI | Berupa BMN dengan nilai wajar sebesar Rp460,72 miliar |
Perum LPPNPI/Airnav Indonesia | Berupa BMN dengan nilai wajar sebesar Rp301,89 miliar |
PT Pertamina (Persero) | Berupa BMN dengan nilai wajar sebesar Rp4,18 triliun |
PT Perkebunan Nusantara III (Persero) | Berupa BMN dengan nilai wajar sebesar Rp828,36 miliar |
Perum Perumnas | Berupa BMN dengan nilai wajar Rp1,1 triliun |
PT Danareksa (Persero) | Berupa BMN dengan nilai wajar Rp3,34 triliun |
Sumber: Komisi XI DPR, diolah