Bisnis.com, JAKARTA - Nasib ekspor minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) Indonesia pada semester II/2024 diprediksi lebih menantang.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan, kinerja eskpor pada paruh kedua tahun ini akan sangat bergantung pada kondisi ekonomi negara-negara importir CPO. Menurutnya, tidak menutup kemungkinan kinerja ekspor belum akan pulih dari periode sebelumnya di kuartal I dan II/2024 yang cenderung landai.
Adapun, Gapki mencatat total ekspor CPO dan turunannya pada April 2024 sebanyak 2,17 juta ton mengalami penurunan 14,94% (month-to-month/mtm) dibandingkan ekspor pada Maret 2024 sebesar 2,56 juta ton. Penurunan ekspor terbesar terjadi pada komoditas CPO yang mencapai 46,7% (mtm) dari 327.000 ton pada Maret menjadi 174.000 ton pada April 2024.
Dari sisi negara tujuan ekspor, penurunan ekspor CPO terdalam pada April 2024 terjadi untuk tujuan ke China. Volume ekspor minyak sawit ke China turun dari 447.000 ton pada Maret 2024 menjadi 315.000 ton pada April 2024. Selanjutnya penurunan ekspor juga terjadi ke India, Bangladesh dan Pakistan.
Secara kumulatif volume ekspor CPO dan turunannya Januari - April 2024 sebanyak 9,7 juta ton telah turun 8,65% (YoY). Selain itu, nilai ekspor minyak sawit pada April 2024 turun 9,64% (mtm) dari US$2,17 miliar menjadi US$1,96 miliar.
"Ekspor di semester II/2024 apabila kondisi ekonomi negara-negara importir belum membaik, memang agak sulit untuk naik," ujar Eddy saat dihubungi, Kamis (4/7/2024).
Baca Juga
Eddy membeberkan, penurunan volume ekspor ke negara-negara importir CPO pada paruh pertama 2024 terjadi karena adanya pasokan minyak nabati lainnya yang melimpah. Selisih harga yang tidak signifikan dengan minyak sawit, kata Eddy, telah membuat para importir CPO Indonesia beralih pilihan pada minyak nabati lainnya seperti minyak kedelai.
Bahkan, dia mengungkakpkan, ada risiko besar lainnya yang mungkin menghantam ekspor minyak sawit di Semester II/2024. Risiko tersebut yaitu wacana pengenaan bea masuk 200% untuk produk impor asal China yang tengah digodok pemerintah.
Bea masuk produk China yang terlampau tinggi, kata Eddy, berisiko terhadap aksi retaliasi yang mungkin dilakukan oleh Negeri Tirai Bambu itu terhadap Tanah Air.
"Apabila bea masuk impor Indonesia akan dinaikkan sampai 200%, akan berdampak pada ekspor minyak sawit kita ke China," kata Eddy.
Menyitir data analisis Gapki terhadap proyeksi minyak sawit Indonesia, diperkirakan bahwa ekspor CPO dan turunannya pada 2024 mencapai 34,1 juta ton. Volume ekspor diproyeksikan stagnan dan cenderung turun dalam lima tahun ke depan, yaitu pada 2025 sebanyak 34,8 juta ton, 2026 sebanyak 34,1 juta ton, 2027 sebanyak 33,5 juta ton, 2028 sebanyak 32,8 juta ton, dan 2029 sebanyak 32,2 juta ton.