Bisnis, JAKARTA—Kendati perpanjangan izin ekspor konsentrat mineral logam itu sejatinya sudah berlaku sejak 1 Juni 2024, PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Internasional Tbk. (AMMN) ternyata masih belum bisa melakukan ekspor.
Izin ekspor komoditas hingga desakan konsolidasi bank syariah menjadi berita pilihan editor BisnisIndonesia.id yang terangkum dalam Top 5 News edisi Selasa (25/6/2024). Berikut selengkapnya:
1. Di Balik Izin 'Setengah Hati' Ekspor Konsentrat Freeport & AMMN
Perpanjangan relaksasi izin ekspor mineral logam untuk komoditas konsentrat tembaga yang diberikan pemerintah hingga 31 Desember 2024 mendatang tidak serta merta membuat PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Internasional Tbk. (AMMN) dapat bernapas lega.
Kendati perpanjangan izin ekspor konsentrat mineral logam itu sejatinya sudah berlaku sejak 1 Juni 2024, kedua perusahaan tersebut ternyata masih belum bisa melakukan ekspor.
Sejumlah persoalan, terutama ketentuan bea keluar disebut-sebut masih menjadi ganjalan dalam proses pemberian izin ekspor tersebut. Padahal, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menerbitkan aturan anyar terkait dengan besaran tarif bea keluar atas barang ekspor produk hasil pengolahan mineral logam.
Di sisi lain, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menegaskan bahwa baik Freeport maupun Amman Mineral belum mengajukan permohonan izin ekspor, lantaran kedua perusahaan itu disebut-sebut belum mendapatkan rekomendasi ekspor dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Namun, dari Kementerian ESDM sendiri menegaskan bahwa segala persoalan terkait dengan izin ekspor konsentrat tembaga telah berada di tangan Kementerian Keuangan.
Budi Santoso, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, mengatakan bahwa kementeriannya masih menantikan permohonan izin ekspor dari dua raksasa tambang tembaga dan emas tersebut. “Sampai sekarang belum ada pengajuan izin ekspor ke Kemendag,” kata Budi saat dikonfirmasi, Senin (24/6/2024).
2.Peluang Saham Sektor Energi Tetap Perkasa di Paruh Kedua 2024
Emiten-emiten di sektor energi tampaknya menjadi kelompok emiten yang paling tangguh di tengah tekanan yang terjadi di pasar saham sepanjang paruh pertama tahun ini. Namun, masihkah sektor ini tetap menjadi jawara di paruh kedua nanti?
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, IHSG pada penutupan perdagangan hari ini, Senin (24/6/2024) berhasil kembali meningkat tipis sebesar 0,13% ke level 6.889,17. Ini adalah hari ketiga IHSG mengalami peningkatan berturut-turut.
Namun, peningkatan beberapa hari terakhir belum mampu mengimbangi tekanan yang sudah terjadi sebelumnya. IHSG masih tercatat terkoreksi sebesar 5,27% jika diukur sepanjang tahun berjalan 2024 atau secara year-to-date (YtD).
Tekanan pada IHSG disumbang oleh hampir semua sektor yang ada di pasar saham. Namun, sektor energi seolah punya peruntungannya tersendiri, sebab di tengah tren pelemahan tersebut indeks sektor yang menaungi emiten di bidang batu bara, minyak, gas, dan jasa pertambangan ini justru menghijau.
Hingga hari ini, IDX Sector Energy yang menaungi 86 emiten di pasar modal tercatat sudah mengalami kenaikan sebesar 7,91% YtD. Peningkatan ini jauh melampaui kinerja indeks di posisi kedua, yakni IDX Sector Healthcare yang naik 3,52% YtD.
Meski begitu, sebenarnya jumlah emiten sektor energi yang mengalami penguatan harga tidak begitu banyak, tepatnya hanya 27 emiten. Dari 27 emiten tersebut, hanya 18 emiten yang penguatannya lebih dari 10% secara YtD.
Penguatan harga tertinggi dialami oleh PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA) yang melesat 210,39% YtD menjadi Rp239.000. Dengan harga tersebut, DSSA menjadi emiten dengan harga tertinggi secara nominal di pasar modal Indonesia.
Bobot saham DSSA terhadap seluruh indeks IDX Sector Technology juga cukup tinggi, yakni 9%. Hal ini menjadikan penguatan yang terjadi pada saham DSSA ini sangat mempengaruhi kinerja indeks secara keseluruhan.
3.Transformasi Digitalisasi Perizinan Event Demi Dorong Devisa Pariwisata
Pariwisata Indonesia masih tertinggal dari sejumlah negara di Asean meski Indeks Kinerja Pariwisata atau Travel and Tourism Development Index (TTDI) meningkat. Dalam indeks kinerja pariwisata pada Mei 2024 yang diterbitkan Forum Ekonomi Dunia menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat 22 dunia, dari sebelumnya 32.
Presiden Joko Widodo mengatakan pariwisata Tanah Air berada naik urutan kelima negara Asean namun masih tertinggal dengan Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Menurutnya, Indonesia dari sisi objek pariwisata sebetulnya lebih unggul bila dibandingkan dengan Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Untuk mendatangkan wisatawan mancanegara dalam jumlah besar ke Indonesia perlu dilakukan sejumlah upaya. Salah satunya dengan menggelar kegiatan-kegiatan internasional, baik itu konser musik, summit meeting, hingga olahraga.
Indonesia menerima devisa hingga triliunan rupiah dari penyelenggaraan agenda pertemuan dan konser musik baik internasional maupun nasional. Jokowi mencontohkan agenda Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) yang diselenggarakan di Indonesia memberikan keuntungan signifikan bagi pemasukan negara.
“Kita punya event-event besar, meeting misalnya, yang baru saja world water forum itu dikunjungi oleh peserta itu lebih dari 50.000. Kemudian waktu sebelumnya juga, World Bank dan IMF annual meeting yang datang ke Indonesia kurang lebih 30.000 peserta,” ujarnya Senin (24/6/2024).
Agenda lainnya seperti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada November lalu mampu mendatangkan 21.000 peserta yang turut merogohkan kocek untuk berbelanja di Tanah Air dengan kisaran Rp30 juta per orang.
“Tinggal kalikan saja total jadi berapa ratus miliar atau berapa triliun. Inilah event meeting, sehingga sekarang ini banyak orang rebutan mengadakan event-event dunia,” katanya.
Selain itu, agenda internasional lainnya seperti ajang MotoGP di Mandalika yang memberikan dampak ekonomi hingga Rp4,3 triliun.
4.Membaca Sinyal di Balik Lonjakan Dana Simpanan Korporasi
Laju pertumbuhan dana pihak ketiga atau DPK di industri perbankan terlihat terus membaik dalam beberapa bulan terakhir, setelah sebelumnya sempat lesu sepanjang 2023 lalu. Menariknya, tabungan di kalangan nasabah korporasi tumbuh paling pesat.
Hal ini tecermin dari data Analis Perkembangan Uang Beredar Mei 2024 yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia (BI). Berdasarkan data tersebut, DPK industri perbankan per Mei 2024 mencapai Rp8.427,8 triliun, tumbuh 8,5% secara tahunan atau year-on-year (YoY).
Tingkat pertumbuhan tersebut terus membaik, sebab pada bulan sebelumnya, yakni Maret 2024 dan April 2024, pertumbuhan DPK masing-masing yakni sebesar 7,4% YoY dan 8,1% YoY.
Jika diperinci berdasarkan golongan nasabah, maka pertumbuhan DPK ini terlihat hanya ditopang oleh segmen nasabah korporasi. Pertumbuhan DPK kelompok nasabah ini melonjak 20,2% YoY menjadi Rp3.923,6 triliun, lebih tinggi dibanding Maret 2024 dan April 2024 yang masing-masing 12,5% YoY dan 15,3% YoY.
Di sisi lain, kelompok nasabah perorangan hanya melaporkan pertumbuhan DPK sebesar 1,9% YoY menjadi Rp4.060,9 triliun. Jika dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan pada bulan sebelumnya, maka terlihat tren pertumbuhan DPK nasabah perorangan justru melambat.
Pada Maret 2024 dan April 2024 pertumbuhan total DPK nasabah perorangan adalah sebesar 3,2% YoY dan 2,2% YoY. Sementara itu, kelompok nasabah lainnya memang juga mencatatkan peningkatan pertumbuhan DPK, tetapi nilainya tidak signifikan dibanding dua kelompok lainnya.
Meningkatnya DPK di kalangan nasabah korporasi yang sangat tinggi ini dapat dibaca sebagai indikasi beralihnya preferensi penggunaan dana nasabah, dari sebelumnya belanja untuk ekspansi bisnis, kini wait and see sembari menikmati bunga tinggi dari bank.
5.Peluang dan Tantangan di Balik Desakan Konsolidasi Perbankan Syariah
Aksi konsolidasi di kalangan perbankan syariah yang terus didorong oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuka peluang bagi peningkatan prospek bisnis syariah di Indonesia, tetapi di sisi lain tantangan menuju visi tersebut cukup berat.
Sebagaimana diketahui, pangsa pasar perbankan syariah terhadap industri perbankan memang masih relatif kecil, per Maret 2024 perbankan syariah mencatat pencapaian yang total aset Rp870,22 triliun, tumbuh 9,66% secara tahunan dan berkontribusi pada pangsa pasar sebesar 7,33%.
Sejauh ini, terdapat dua Unit Usaha Syariah (UUS) yakni PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) yang diharuskan menjalankan pemisahan atau spin off menjadi bank umum syariah (BUS). Tercatat, keduanya masing-masing memiliki aset Rp54,84 triliun dan Rp64,59 triliun pada kuartal I/2024.
Berdasarkan Peraturan OJK No. 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah (POJK UUS), bank yang memiliki UUS dengan share asset lebih dari 50% dan/atau total aset UUS mencapai lebih dari Rp50 triliun wajib untuk melakukan spin off.
Direktur Syariah Banking CIMB Niaga, Pandji P. Djajanegara, mengatakan bahwa dalam proses persiapan spin off, CIMB Niaga Syariah bakal menjalankannya secara organik dan belum ada rencana aksi korporasi berupa akuisisi.
Dengan makin terangnya keputusan perseroan dalam memenuhi aturan regulator, CIMB Niaga Syariah pun terus mempersiapkan infrastruktur dengan sebaik-baiknya, sehingga bank bisa tetap efisien, bahkan menjadi lebih kuat lagi usai spin off.