Bisnis.com, JAKARTA - Holding BUMN Farmasi, PT Bio Farma (Persero) melaporkan kinerja keuangan konsolidasian yang mengalami tekanan akibat kerugian yang dialami anak usahanya PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) dan PT Indofarma Tbk. (INAF) sehingga menyebabkan beban pada pendapatan perseroan.
Direktur Utama Bio Farma Shadiq Akasya mengatakan, penurunan pendapatan sepanjang 2023 juga disebabkan kondisi normalisasi pendapatan pascacovid 2019-2023.
"Pertama, pendapatan menurun dari Rp21,2 triliun tahun 2022 menjadi Rp15,2 triliun. Hal ini merupakan pencapaian RKAP [Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan] sebesar 80,5% dan terjadi penurunan 28%," kata Shadiq dalam RDP Komisi VI DPR RI dengan BUMN Farmasi, Rabu (19/6/2024).
Shadiq menyebut, komposisi pendapatan Bio Farma pada tahun lalu dikontribusikan oleh pendapatan Kimia Farma sebesar Rp9,9 triliun, Bio Farma Operation senilai Rp5 triliun, dan Indofarma Rp524 miliar.
Lebih terperinci, dia membeberkan rugi bersih konsolidasi pada 2023 (unaudited) mencapai sebesar Rp2,16 triliun, sementara tahun sebelumnya tercatat profit Rp490 miliar. Kerugian Bio Farma disebabkan besaran kerugian KAEF senilai Rp1,8 triliun dan INAF sebesar Rp605 miliar.
"Sedangkan, Bio Farma Operation masih membukukan laba bersih positif Rp304 miliar," tuturnya.
Baca Juga
Di sisi lain, EBITDA perseroan mengalami penuruman dari 2022 sebesar Rp1,9 triliun menjadi negatif Rp621 miliar tahun 2023. Kondisi ini disebabkan penurunan penjualan dan penyisihan persediaan produk-produk yang memasuki masa expired date.
"Bio Farma mencatat penyisihan sebesar Rp423 miliar, Kimia Farma Rp207 miliar dan INAF sebesar Rp99 miliar. Di luar daripada itu ada juga total yg kami bukukan untuk penyisihan ini adalah Rp729 miliar," pungkasnya.