Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Muhammad Syarkawi Rauf

Komisaris Utama PTPN IX

Lihat artikel saya lainnya

OPINI: Pekerjaan Berat Prabowo-Gibran Soal Populasi

Populasi menjadi tua sebelum menjadi kaya dengan pendapatan per kapita pada 2021 hanya US$7.000. Hal yang sama sedang terjadi di Indonesia
Ilustrasi pekerja mengerjakan proyek bangunan. Dok Freepik
Ilustrasi pekerja mengerjakan proyek bangunan. Dok Freepik

Bisnis.com, JAKARTA - Majalah The Economist memublikasikan tulisan berjudul ”Poor Asian Countries Face An Ageing Crisis”, 12 Oktober 2023, menyebutkan, masyarakat Sri Lanka, Thailand, Vietnam, dan negara-negara lain di Asia menjadi tua sebelum menjadi kaya.

Hal ini pernah dialami oleh Thailand antara 2002 dan 2021, jumlah penduduk Thailand berusia 65 tahun ke atas meningkat dari 7% menjadi 14%.

Populasi menjadi tua sebelum menjadi kaya dengan pendapatan per kapita pada 2021 hanya US$7.000. Hal yang sama sedang terjadi di Indonesia, yaitu memasuki periode aging population yang ditandai oleh meningkatnya jumlah lansia dari 18 juta jiwa (7,56%) tahun 2010, menjadi 25,9 juta jiwa (9,7%) tahun 2019, dan diperkirakan 48,2 juta jiwa (15,77%) tahun 2035.

Sejak 30 tahun terakhir, hingga saat ini, menjelang puncak bonus demografi, Indonesia masih mengalami middle income trap, di mana perekonomian Indonesia melayang-layang di tengah, tidak mampu bersaing dengan negara maju dalam menghasilkan barang berteknologi tinggi dan dengan negara berkembang dalam memproduksi barang berteknologi menengah.

Pekerjaan berat Prabowo-Gibran adalah mentransformasi perekonomian Indonesia dari upper middle income ke developed country sebelum memasuki periode aging population. Atau bertransformasi dari pendapatan per kapita US$5.016 menjadi US$12.500.

Aging population ditandai oleh lebih 14% penduduk Indonesia berusia lebih dari 65 tahun. Terhambatnya trasformasi perekonomian Indonesia karena lemahnya produktifitas nasional yang tecermin pada Total Factor Productivity (TFP). Hal ini salah satunya tecermin pada total output per tenaga kerja atau rasio antara gross domestic product (GDP) per tenaga kerja yang hanya US$9.151.

Produktivitas tenaga kerja Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia yang mencapai US$25.107, Singapura US$99.569, Korea Selatan US$56.077, dan China US$16.512. Dua negara dengan produktivitas tenaga kerja tertinggi adalah AS sekitar US$120.195 dan Australia US$115.384.

Rendahnya produktivitas tenaga kerja Indonesia ber-kaitan dengan rendahnya rata-rata pendidikan angkatan kerja yang didominasi oleh keluaran sekolah dasar (SD) atau tidak tamat SD. Sementara angkatan kerja dengan pendidikan sekolah menengah dan pendidikan tinggi memiliki proporsi sangat kecil.

Selain itu, kandungan teknologi tinggi dalam barang-barang ekspor Indonesia juga sangat rendah. Skor kandungan teknologi ting-gi dalam ekspor Indonesia hanya 43 dari skor maksi-mum 100, yaitu jauh lebih rendah dibandingkan China 85, India 61, Malaysia 80, Pilipina 78, Korsel 95, Thailand 73, AS 88 dan Jepang tertinggi 100.

Hal ini sejalan dengan besarnya persentase alokasi pengeluaran pemerintah dan swasta nasional untuk kegi-atan penelitian dan pengem-bangan (R&D) terhadap PDB yang hanya 0,3%. Angka ini jauh di bawah standar negara maju, seperti Jepang 3,3%, AS 3,5%, Korsel 4,8%, dan Taiwan 3,6%.

Bahkan alokasi pengeluaran pemerintah dan swasta nasional untuk R&D tahun 2023 lebih kecil diban-dingkan Singapura 1,9%, Thailand 1,1%, Malaysia 1,0%, India 0,7% dan China 2,4%. Anggaran R&D Indonesia relatif sama dengan Pilipina sekitar 0,3%.

Demikian juga dengan jumlah penduduk Indonesia yang bekerja di sektor R&D yang sangat kecil, yaitu 108.224 orang. Jumlah ini jauh lebih kecil dibandingkan Jepang yang mencapai 911.620 orang, China 5,269 juta orang, Australia 121.864 orang, Korsel 545,435 orang, dan AS 1,614 juta orang.

Rendahnya pengeluaran pemerintah untuk R&D dan kurangnya penduduk yang bekerja di kegiatan R&D berdampak pada lamban-nya kemajuan teknologi di Indonesia. Dimana skor Indonesia hanya sebesar 5,5, jauh lebih rendah diban-dingkan China 70,1, Jepang 47,4 dan AS 93,8.

Skor Indonesia juga lebih rendah dari Pilipina sebesar 10,9 dan Thailand 13,8 dari skor ter-tinggi 100. Faktanya, negara-negara maju dengan pengeluaran R&D yang besar memiliki jumlah pendaftaran hak paten tertinggi di dunia. Hal ini berdampak pada banyaknya jumlah ilmuwan atau peneliti yang memperoleh hadiah Nobel (Nobel prize) dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sejak 1990—2021, jumlah pemenang hadiah nobel dalam bidang ilmu pengetahuan dan tekno-logi terbanyak adalah AS 63, Jepang 15, China 5, Australia 3, India 1, dan Rusia 2 orang. Langkah strategis yang dapat dilakukan untuk naik kelas menjadi negara maju adalah fokus pada pengembangan sumber daya manusia (SDM) serta peningkatan belanja pemerintah dan swasta untuk R&D.

Belanja SDM dan R&D diharapkan setara dengan negara maju, seperti Korsel, AS dan Jepang sehingga belanja R&D Indonesia naik dari hanya 0,3% GDP menjadi 3,5% GDP dalam 25 tahun ke depan.

Hal ini setara dengan peningkat-an dari US$3,957 miliar menjadi US$48,860 miliar. Meskipun demikian, secara nominal angka ini masih jauh dari anggaran R&D AS yang mencapai US$891,195 miliar. Peningkatan belanja R&D dapat dilakukan melalui kerja sama pemerintah, swasta, universitas serta lembaga penelitian dan pengembangan.

Kerja sama ini akan memberikan insentif bagi pelaku usaha meningkatkan belanja R&D karena hasil-hasil R&D dapat digunakan secara langsung oleh sektor industri yang akan meningkatkan efisisensi dan produktifitas.

Meningkatkan jumlah angkatan kerja dengan pen-didikan minimal sekolah menengah atas atau pendidikan tinggi dalam 10 tahun mendatang. Persentase angkatan kerja dengan pendidikan menengah atas atau sederajat mendominasi pasar tenaga kerja nasional yang akan meningkatkan produktifitas tenaga kerja nasional.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper