Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah membuka ruang untuk mengkaji kembali implementasi program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) untuk pekerja swasta dan mandiri yang belakangan menimbulkan polemik di masyarakat.
Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengatakan, masih ada waktu hingga 2027 bagi pemerintah untuk menampung aspirasi dari berbagai pemangku kepentingan terkait penerapan pungutan Tapera. Apalagi, badan pengelola dana Tapera juga masih melakukan penyesuaian usai bertransformasi dari Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan (Bapertarum) menjadi BP Tapera.
"Dengan munculnya Tapera ini kami akan menunggu sampai 2027, ini masih ada waktu sampai 2027 untuk saling berikan masukan, konsultasi publik. Kan ada waktu konsultatif dari 2024 ke 2027 itu kan waktu untuk konsultasi dan berikan masukan dan seterusnya,” ucapnya, Jumat (7/6/2024).
Pemerintah, kata Moeldoko, ingin menampung masukan sebanyak-banyaknya guna mencari titik temu antara pemerintah, pengusaha, dan masyarakat.
Moeldoko tak menutup kemungkinan implementasi pungutan Tapera bisa saja ditunda selepas 2027. Namun, menurutnya, yang menjadi fokus pemerintah saat ini adalah menyerap sebanyak-banyaknya aspirasi dari berbagai pihak untuk perbaikan implementasi program tersebut.
"Persoalannya bukan tunda atau tidak tunda, tapi mendengarkan aspirasi berbagai pihak sehingga nanti ada perbaikan di peraturan menterinya," imbuhnya.
Baca Juga
Purnawirawan TNI itu melanjutkan pungutan Tapera sampai saat ini tidak akan dilakukan sebelum ada Peraturan Menteri Keuangan soal pungutan untuk ASN dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan soal pungutan untuk pegawai swasta.
"Karena khusus untuk yang 0,5% untuk ASN yang dulu tabungan perumahan itu keputusannya dari Menteri Keuangan. Kemudian yang pekerja mandiri dan swasta itu dari Kementerian Ketenagakerjaan, dua-duanya kan belum keluar. Jadi memang belum diberlakukan," pungkas Moeldoko.
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menjelaskan bahwa implementasi pungutan Tapera berada di bawah payung hukum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat.
Untuk itu, perubahan ketentuan regulasi tersebut harus melalui mekanisme persetujuan dari DPR RI.
"Saya akan manut aturan misalnya DPR [meminta untuk diundur], dan saya akan laporkan pada Presiden [Jokowi]," tuturnya saat ditemui di kantornya, Jumat (7/6/2024).
Saat ditanya lebih lanjut mengenai sikap pemerintah apakah benar-benar mengundur implementasi Tapera setelah ramai mendapat penolakan, Basuki enggan menjawab.
"Kalau ditanya sikap pemerintah saya gak bisa jawab karena pemerintah kan banyak, kan UU inisiatif DPR, kecuali itu Permen PUPR saya bisa jawab. Tapi kalau ditanya sikap pemerintah mohon maaf saya gak berhak jawab," tegasnya.
Sebelumnya, Basuki mengaku menyesali kemarahan yang terjadi atas rencana pelaksanaan program Tapera. Basuki menyebutkan bahwa pihaknya tidak akan tergesa-gesa mengimplementasikan program Tapera apabila memang dinilai belum siap.
"Dengan kemarahan [masyarakat terhadap program Tapera] saya pikir saya nyesel betul," jelasnya saat ditemui di Kompleks DPR RI, Kamis (6/6/2024).
Basuki juga menepis kabar bahwa pemerintah seakan pasif dalam memenuhi kebutuhan perumahan masyarakat. Pasalnya, pemerintah telah menyediakan subsidi selisih bunga lewat program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dinilai telah cukup optimal.
Basuki menjelaskan sejak FLPP diguyurkan pada 2010 total APBN yang telah dikucurkan mencapai Rp105 triliun.
"Jadi apa yang sudah kami lakukan dengan FLPP subsidi bunga itu sudah Rp105 triliun," tambahnya.
Sejalan dengan hal itu, Basuki mengungkap dirinya telah melakukan pembicaraan dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati untuk dapat menunda implementasi Tapera.
"Apalagi kalau misalnya DPR ketua MPR itu [minta Tapera] diundur, menurut saya, saya sudah kontak dengan Bu Menteri [Sri Mulyani], kita akan ikut," tegasnya.
Buruh Minta Tapera Dibatalkan
Sementara itu, Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebut bahwa pihaknya tetap menekankan pemerintah seharusnya tak hanya menunda, melainkan mencabut regulasi PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera.
"Cabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera," kata Said kepada Bisnis, Jumat (7/6/2024).
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea juga mengatakan hal senada. Menurutnya, pemerintah perlu mempertimbangkan kembali implementasi Tapera.
Andi Gani juga menyoroti sikap Basuki yang dinilai masih terkesan ragu-ragu dan tidak tegas dengan rencana implementasi Tapera.
"Saya sendiri melihat Menteri PUPR Basuki yang sebagai Ketua Komite Tapera ragu-ragu karena gelombang penolakan yang sangat besar," jelasnya.
Kendati demikian, Andi Gani tidak secara gamblang meminta pemerintah untuk membatalkan implementasi Tapera. Hanya saja, dia menilai akan jauh lebih baik bila program tersebut tidak diwajibkan.
Pasalnya, saat ini pekerja dan pengusaha sama-sama telah menanggung beban iuran berbagai program yang dinilai telah cukup besar nominalnya.
"Menolak Tapera jika diwajibkan karena sangat memberatkan Buruh yang Sudah sangat berat dengan kondisi Upah Minimum yang sangat kecil kenaikannya," pungkasnya.