Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Menteri Keuangan (Menkeu) sekaligus ekonom senior Chatib Basri menyampaikan penyebab Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) semakin mahal.
Persoalan UKT yang melonjak menghebohkan dunia pendidikan beberapa waktu lalu. Bahkan, ada mahasiswa yang sedang kuliah tidak bisa melanjutkan kuliahnya dan mahasiswa baru terpaksa mengundurkan diri karena tak sanggup membayar UKT kepada kampus.
Chatib menyampaikan UKT di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dibayarkan oleh setiap mahasiswa yang dikurangi karena adanya subsidi dari pemerintah.
“Tuition fee [uang kuliah] itu kan sebetulnya adalah refleksi dari biaya yang mesti dikeluarkan untuk per orang dikurangi subsidinya kalau ada,” ujar Chatib di siniar atau podcast Malaka Project yang dikutip pada Selasa (4/6/2024).
Apabila subsidi pemerintah dapat menutupi UKT, lanjutnya, maka mahasiswa tidak perlu membayar uang kuliah. Kondisi yang sama juga berlaku sebaliknya.
Jika subsidi pemerintah mengecil, maka kampus harus mencari dana lebih untuk menutupi biaya operasional. Salah satu caranya dengan membebankan biaya kuliah yang lebih tinggi kepada mahasiswa.
Baca Juga
“Jadi kalau misalnya subsidi [pemerintah] bisa nutupin biaya [operasional] maka dia [mahasiswa] uang sekolahnya nol, ya kalau subsidinya enggak ada jadi uang sekolahnya, jadi mahal gitu kira-kira logikanya gitu kan,” ucap ekonom senior Universitas Indonesia tersebut.
Chatib menyebutkan terdapat dua pilihan yang dihadapi pemerintah soal UKT, yakni porsi subsidi dibesarkan atau justru dikecilkan.
Dalam menanggapi soal kenaikan UKT, pihak universitas dapat menetapkan harga khusus atau price discrimination untuk mahasiswa tertentu.
Dengan demikian, UKT yang ditetapkan lebih mahal sehingga beban subsidi pendidikan yang dikenakan menjadi lebih ringan.
Menurutnya, setiap universitas pasti memiliki data mahasiswanya sehingga dapat mengetahui tingkat kesejahteraan perekonomian masing-masing keluarga.
“Universitas itu punya data by name by address, dia punya background sosio-ekonomi itu sedikit membantu untuk membuat beban dari subsidinya nggak sebesar yang seharusnya,” imbuhnya.
Chatib menilai persoalan perihal UKT memang rumit dan tidak mudah mengatasinya sehingga perlu dicari titik terangnya, baik dari pemerintah atau universitas.
“Soal ini [UKT] jadi kompleks karena tadi saya bilang ini enggak ada solusi yang hitam putih ya, enggak segampang kita bayangin either pakai market atau sepenuhnya disubsidi kita mesti cari di titik tengah,” ujarnya.
Dia juga mengatakan peran beasiswa menjadi sangat penting karena dapat membantu persoalan UKT yang dihadapi mahasiswa.
“Di samping itu juga peran dari scholarship jadi sangat penting apa yang bisa dapat dibantu untuk dilakukan,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim memastikan bahwa pemerintah mengintervensi PTN untuk membatalkan kenaikan UKT pada tahun ini.
Dia memastikan bahwa mahasiswa tak akan terdapat terkait dengan persoalan kenaikan UKM yang tengah menjadi sorotan masyarakat.
“Kami Kemendikbudristek telah mengambil keputusan untuk membatalkan kenaikan UKT pada tahun ini dan kami akan merevaluasi semua permintaan keningkatan UKT dari PTN,” ujarnya kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Senin (27/5/2025).
Nadiem mengaku bahwa dalam beberapa hari ke belakang Kementeriannya telah mendengarkan semua aspirasi dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk mahasiswa, keluarga, dan masyarakat mengenai konsern mereka terkait adanya peningkatan UKT yang terjadi di PTN. (Ahmadi Yahya)