Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

China Bahas Kerja Sama Perdagangan Bebas dengan Korsel dan Jepang

China, Korea Selatan, dan Jepang mengadakan pertemuan trilateral dengan agenda utama memulihkan hubungan kerja sama perdagangan yang terhambat sejak 2019.
Perdana Menteri China Li Qiang tiba untuk menghadiri KTT trilateral dengan Korea Selatan dan Jepang di Seoul, Korea Selatan, 26 Mei 2024./REUTERS
Perdana Menteri China Li Qiang tiba untuk menghadiri KTT trilateral dengan Korea Selatan dan Jepang di Seoul, Korea Selatan, 26 Mei 2024./REUTERS

Bisnis.com, JAKARTA – Perdana Menteri China Li Qiang mengadakan pertemuan trilateral dengan Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol dan PM Jepang Fumio Kishida pada Senin (27/5/2024) di Seoul. Pertemuan ini bertujuan memulihkan dialog perdagangan dan keamanan yang terhambat oleh ketegangan global.

Dalam pertemuan tersebut Li Qiang memuji upaya pemulihan hubungan dengan Jepang dan Korsel dengan adanya pertemuan pertama dalam empat tahun ini. Adapun agenda utama pertemuan ini adalah merevitalisasi negosiasi perjanjian perdagangan bebas tiga pihak yang tertahan sejak 2019.

Saat pertemuan dibuka, Li mengatakan bahwa pertemuan ini merupakan "awal yang baru" dan menyerukan dimulainya kembali kerja sama yang komprehensif antara kekuatan-kekuatan ekonomi Asia Timur.

Namun agar hal ini dapat terjadi, politik harus dipisahkan dari isu-isu ekonomi dan perdagangan, tambahnya, seraya menyerukan diakhirinya proteksionisme dan pemutusan rantai pasokan.

"Bagi Cina, Korea Selatan, dan Jepang, hubungan dekat kami tidak akan berubah, semangat kerja sama yang dicapai melalui respon krisis tidak akan berubah dan misi kami untuk menjaga perdamaian dan stabilitas regional tidak akan berubah," kata Li seperti dikutip Reuters, Senin (27/5).

Deklarasi bersama yang dirilis setelah pertemuan tersebut menyerukan agar China, Jepang, dan Korea Selatan memformalkan komunikasi yang lebih teratur di tingkat tertinggi, dan berkolaborasi dalam perubahan iklim, konservasi, kesehatan, perdagangan, dan perdamaian internasional, di antara bidang-bidang lainnya.

Deklarasi ini juga menetapkan tujuan untuk meningkatkan jumlah pertukaran antar masyarakat menjadi 40 juta pada tahun 2030 melalui pertukaran budaya, pariwisata, dan pendidikan.

Para pemimpin juga mengeluarkan pernyataan bersama yang terpisah tentang persiapan pandemi dan perlindungan kekayaan intelektual.

Terlepas dari kesepakatan yang ditandatangani selama pembicaraan, pertemuan itu sendiri dilihat sebagai tanda kemajuan dalam hubungan antara tiga negara yang hubungannya lebih banyak diwarnai oleh kecurigaan dan kebencian daripada keterlibatan yang konstruktif.

China  dan Korea Selatan serta Jepang yang bersekutu dengan AS sedang berusaha untuk mengelola rasa saling tidak percaya di tengah persaingan antara Beijing dan Washington, ketegangan atas Taiwan yang diperintah secara demokratis, yang diklaim oleh China  sebagai miliknya, dan program nuklir Korea Utara.

Yoon dan Kishida telah memetakan arah yang lebih dekat satu sama lain dan dengan AS, memulai kerja sama tiga arah yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan AS dalam hal militer dan tindakan lainnya.

Presiden AS Joe Biden telah meningkatkan hambatan terhadap impor China dengan menaikkan tarif pada berbagai impor Cina termasuk baterai kendaraan listrik (EV) dan chip komputer. Donald Trump, selama menjadi Presiden AS, telah menerapkan tarif 60% atau lebih tinggi untuk semua produk China.

Mengenai Korea Utara, Yoon dan Kishida meminta Pyongyang untuk tidak melaksanakan rencana peluncuran roket yang membawa satelit ruang angkasa, yang menurut mereka menggunakan teknologi rudal balistik yang dilarang oleh resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Li meminta semua pihak untuk menahan diri dan mencegah komplikasi lebih lanjut dari situasi di semenanjung Korea. Cina adalah satu-satunya sekutu militer Korea Utara, mitra dagang terbesarnya, dan bersama dengan Rusia, telah menyerukan agar sanksi-sanksi PBB terhadap Korea Utara dilonggarkan.

Sebelum pertemuan hari ini, Yoon mengatakan pada Li bahwa Korea Selatan dan China harus bekerja sama, tidak hanya untuk mempromosikan kepentingan bersama berdasarkan rasa saling menghormati, namun juga pada isu-isu regional dan global, untuk mengatasi tantangan bersama, seperti invasi Rusia ke Ukraina, konflik Israel-Hamas, dan ketidakpastian ekonomi global.

“Saya berharap untuk terus memperkuat kerja sama bilateral bahkan dalam menghadapi krisis global yang kompleks saat ini,” jelas Yoon. 

Yoon juga meminta China untuk mengambil peran lebih besar sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB, terutama dalam menghadapi pengembangan rudal nuklir oleh Korea Utara dan meningkatkan kerja sama militer dengan Rusia. Ia juga menambahkan bahwa  peluncuran satelit mata-mata lainnya yang menggunakan teknologi rudal balistik antarbenua akan segera terjadi.

Menurut laporan Xinhua, Li mengatakan kepada Yoon bahwa kedua negara mereka harus menghindari menjadikan masalah ekonomi dan perdagangan sebagai masalah politik atau keamanan, dan perlu berusaha menjaga kestabilan rantai pasokan.

Kemudian, Li juga menyatakan kesiapan China untuk meningkatkan kerjasama di bidang manufaktur canggih, energi baru, kecerdasan buatan, biomedis dan bidang lainnya. 

Di lain sisi, ia mengatakan bahwa China akan semakin memperluas akses pasar, memperkuat jaminan bagi investasi asing dan menyambut lebih banyak perusahaan Korea Selatan yang melakukan bisnis di negara tersebut. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper