Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Riset: Indonesia dan India Jadi Fokus Para Investor Global

Negara-negara berkembang seperti Indonesia dan India menonjol bagi para investor karena populasi yang tumbuh pesat dinilai dapat memperoleh manfaat.
Ilustrasi investor menganalisis pergerakan saham melalui laptop/Freepik.com
Ilustrasi investor menganalisis pergerakan saham melalui laptop/Freepik.com

Bisnis.com, JAKARTA -  Negara-negara berkembang seperti Indonesia dan India dengan populasi yang tumbuh pesat akan memperoleh manfaat terhadap tumbuhnya investasi. Hal ini karena demografi dinilai berperan besar dalam keputusan investasi investor global.

Riset Fidelity International dan BlackRock Investment Institute mengungkapkan para investor kini mulai berfokus pada kedua negara-negara berkembang di Asia karena perkiraan peningkatan belanja infrastruktur. Hal ini pada gilirannya akan menjadi pertanda baik bagi perekonomian kedua negara tersebut. 

RI dan India menonjol di kala penuaan yang cepat melanda di negara-negara lain di kawasan ini, termasuk China. Adapun India melampaui China sebagai negara dengan jumlah penduduk terpadat di dunia, pada pertengahan 2023. 

Kemudian, analisis BlackRock menunjukkan hubungan positif antara pertumbuhan populasi usia kerja di suatu negara dan valuasi harga saham. Di sisi lain, Fidelity melihat sektor keuangan sebagai penerima manfaat utama seiring dengan meningkatnya kebutuhan kredit bagi korporasi dan konsumen.  

“Semua perusahaan besar dan kecil membutuhkan pembiayaan. Hal ini sebagian menjelaskan mengapa saham bank umumnya berkorelasi dengan pertumbuhan PDB di pasar negara berkembang,” jelas Manajemen investasi Fidelity di Singapura, Ian Samson, dikutip dari Bloomberg, pada Senin (27/5/2024). 

Menurut data Bank Dunia, India dan Indonesia diperkirakan akan mengalami pertumbuhan populasi lebih dari 10% dari tahun ini hingga 2040. Sedangkan China kemungkinan akan mengalami penurunan populasi hampir 4%. 

Perubahan dalam populasi usia kerja, yaitu mereka yang berusia 15 hingga 64 tahun, menjadi metrik yang lebih penting. Sebelum penurunan populasi keseluruhan di China, kelompok usia kerja Negeri Tirai Bambu tersebut telah menyusut selama bertahun-tahun, sedangkan India memiliki populasi usia kerja termuda di antara ekonomi besar. 

Ahli strategi BlackRock Investment Institute yang dipimpin oleh Jean Boivin pada Maret 2024 juga mengatakan bahwa peningkatan  yang lebih cepat pada kelompok usia kerja biasanya menandakan pertumbuhan pendapatan yang lebih tinggi di masa depan. Migrasi, partisipasi angkatan kerja yang lebih besar, dan otomatisasi juga merupakan faktor-faktor yang berperan. 

Kemudian, dividen demografi juga menjadi bagian dari optimisme yang mendorong kenaikan di kedua pasar saham tersebut, serta sejumlah faktor unik termasuk harapan akan hasil pemilu yang mendukung pasar.

Di lain sisi, para analis juga mencatat bahwa reformasi struktural untuk mengurangi birokrasi peraturan, meningkatkan fleksibilitas pasar kerja dan memfasilitasi investasi asing dinilai sangat penting bagi perekonomian untuk memanfaatkan dampak demografis. 

Adapun, Samson menuturkan bahwa pada akhirnya pertumbuhannya adalah lapangan kerja di kali produktivitas. 

“Reformasi struktural yang solid seperti yang kita lihat di India dan Indonesia akan memungkinkan terciptanya lapangan kerja yang memadai sehingga dapat memperoleh manfaat dari bonus demografi,” jelasnya. 

Bagi investor utang negara, rasio ketergantungan usia dan beban fiskal adalah di antara metrik yang perlu dipertimbangkan untuk investasi jangka panjang.

Diketahui bahwa  investor internasional telah menarik US$1,8 miliar dari surat utang Indonesia karena janji pemerintahan baru untuk meningkatkan pengeluaran menimbulkan kekhawatiran tentang kesehatan fiskal.

Direktur pendapatan tetap di HSBC Global Asset Management, Sanjay Shah, mengatakan bahwa populasi yang menua meningkatkan biaya layanan kesehatan dan dana pensiun, dimana negara-negara maju memiliki manfaat sosial yang lebih komprehensif dibandingkan dengan sebagian besar negara berkembang.

“Di negara-negara berkembang, beban program pensiun mungkin lebih bervariasi dan kurang berorientasi pada manfaat tetap,” tuturnya, sehingga mengurangi beban pendanaan negara.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper