Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bakal mendorong percepatan penggunaan energi baru terbarukan (EBT) di tengah konflik Timur Tengah yang memanas. Konflik Iran-Israel belakangan membuat harga minyak dunia mendidih.
Juru bicara (jubir) Kementerian ESDM Dwi Anggia menuturkan, pemerintah sangat menyadari bahwa eskalasi geopolitik di kawasan Timur Tengah, berpotensi mempengaruhi stabilitas pasokan dan harga energi tidak hanya Indonesia tapi juga secara global.
"Untuk itu Indonesia tentu perlu menyiapkan langkah antisipatif yang matang," kata Dwi kepada Bisnis, Selasa (17/6/2025).
Dia menuturkan saat ini dampak dari konflik sudah terasa. Harga minyak global naik.
Melansir Bloomberg, harga minyak berjangka Brent untuk kontrak pengiriman Agustus 2025 menguat 2,8% menjadi US$76,29 per barel pada pada Senin kemarin, setelah menguat 7% pada akhir pekan.
Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Juli 2025 menguat 2,7% ke US$74,95 per barel.
Baca Juga
Menurut Dwi, kenaikan harga tersebut akan memengaruhi harga minyak mentah Indonesia (ICP). Namun, belum melebihi Asumsi Makro ICP dalam APBN 2025 yang ditetapkan yakni sebesar US$82 per barel.
Pihaknya pun berjanji terus memantau perkembangan. Di satu sisi, situasi saat ini pun mendorong pemerintah untuk mempercepat pengembangan energi terbarukan.
Pengembangan EBT, termasuk biofuel pun kembali menghangat, karena Indonesia memiliki sumber daya yang mumpuni.
"Peristiwa geopolitik ini juga menjadi momentum untuk mempercepat pengembangan energi baru terbarukan. Konflik di luar negeri adalah faktor eksternal yang tidak bisa kita kendalikan," jelas Dwi.
Dia menambahkan bahwa pemerintah bakal berusaha membangun sistem energi nasional yang lebih tangguh, adaptif, dan mandiri.
"Ini tentunya sejalan dng Asta Cita Presiden Prabowo yakni membantgun kemandirian dan swasembada energi," katanya.
Terpisah, Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung juga menyinggung terkait program EBT yang terus digaungkan, seperti mandatori biodiesel B50 pada tahun depan. Ini demi mengantisipasi peningkatan harga minyak.
Dia optimistis ketahanan energi akan terus meningkat. Tak hanya itu, ketergantungan terhadap bahan bakar fosil juga akan beralih ke peningkatan pemakaian listrik.
"Itu kita percepat pembangunan untuk geothermal [panas bumi]. Dalam waktu dekat, itu ada empat geothermal yang segera akan diresmikan juga masuk fase produksi komersial. Jadi ya ini juga mengurangi ketergantungan kita terhadap minyak," tuturnya kepada wartawan, Jumat (13/6/2025).
Di samping itu, Yuliot mendorong produksi migas untuk memperkuat ketahanan energi nasional. Menurutnya, ini krusial untuk mengantisipasi memanasnya konflik Iran-Israel.
Dia mengatakan, pemerintah akan menggenjot produksi migas nasional agar Indonesia tak lagi bergantung pada pasokan energi global, termasuk untuk kebutuhan minyak domestik.
"Jadi ya kan kita ada ketahanan energi. Jadi ya kita mengusahakan ada peningkatan produksi migas dalam negeri, terutama untuk crude [minyak mentah]," katanya.
Dia menerangkan, saat ini tingkat produksi minyak nasional mulai meningkat dari rata-rata produksi tahun lalu sebanyak 560.000-570.000 barel per hari, kini di atas 600.000 barel per hari.
"Ini dilihat dari bulan ini sudah di atas 610.000 barel," tegasnya.