Bisnis.com, BADUNG - World Water Forum ke-10 turut menjadi panggung bagi aksi nyata generasi muda Indonesia berkontribusi mengatasi persoalan air dan sanitasi. Iffah Rachmi, perempuan muda asal Lampung bersama komunitasnya, menjadi sorotan dalam forum air terbesar di dunia.
Iffah yang merupakan Pendiri Youth Sanitation Concern, sebuah komunitas akar rumput yang fokus mempromosikan isu-isu terkait dengan air dan sanitasi kepada masyarakat, memenangkan pengharagaan Kyoto World Water Grand Prize 2024.
Iffah dan komunitasnya aktif membangun fasilitas sanitasi umum serta meningkatkan akses air bersih dengan menggunakan listrik yang berasal dari panel surya. Di Lampung, isu air bersih menjadi hal yang krusial, yang mendorong Iffah dan teman-teman berjuang mengatasi permasalahan ini dengan modal seadanya.
Menurutnya, air dan sanitasi menjadi arus utama dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, dia berharap inisiatif yang dijalankannya dapat mewujudkan kemandirian air dan sanitasi di masyarakat.
"Partisipasi masyarakat menjadi kunci keberhasilan gerakan tersebut. Inisiatif adalah langkah pertama kami untuk memperluas upaya kami," ujar Iffah.
Baca Juga
KONSISTENSI JALAN MENUJU PERUBAHAN
Dalam perjalanannya mempromosikan akses air bersih dan kemandiran sanitasi yang layak, Iffah meyakini bahwa konsistensi menjadi bekal untuk mencapai perubahan prilaku masyarakat yang lebih bertanggung jawab. Iffah dan komunitasnya telah berjuang sejak 2020 atau di tengah badai pandemi Covid-19 guna mengurai permasalahan air bersih di Lampung.
Generasi muda, kata dia, memiliki peluang besar untuk turut berkontribusi dalam inisiatif yang senada dengan slogan World Water Forum ke-10 yaitu Water for Shared Prosperity atau Air untuk Kesejahteraan Bersama.
Dia pun berharap, pengharagaan Kyoto World Water Grand Prize 2024 yang diraihnya dapat menginspirasi komunitas lain untuk melakukan hal serupa.
"Kita [generasi muda] perlu dipercaya dan diberi lebih banyak kesempatan untuk berkontribusi. Konsisten dan jangan menyerah," ucap Iffah.
Pencapaian Iffah pun turut menarik perhatian Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono. Dia mengaku sepakat dengan tekad Iffah bahwa konsistensi menjadi kunci dalam mengatasi krisis air dan sanitasi di masyarakat.
"Ibu Rachmi dari Lampung itu juga sebagai water warrior [pejuang air] dengan slogannya consistent and never give up. Hindari kompetisi, semua harus bekerja sama untuk mengelola air," tutur Basuki.
KYOTO WORLD WATER GRAND PRIZE
Vice President Japan Water Forum, Taikan Oki menjelaskan, bahwa Kyoto World Water Grand Prize pertama kali diadakan pada saat gelaran World Water Forum ke-3 yang dilaksanakan di Kyoto, Jepang pada 2003. Pengharagaan ini ditujukan untuk memberikan pengakuan dan apresiasi kepada komunitas akar rumput di negara-negara berkembang dalam kepedulian terhadap akses air dan sanitasi.
Menurutnya, aksi Youth Sanitation Concern yang dinahkodai oleh Iffah merupakan wujud upaya nyata dalam mengatasi kondisi sulit di tengah Pandemi Covid-19.
"Mereka telah berhasil membangun infrastruktur sanitasi lokal yang penting, termasuk toilet umum dan telah secara efektif mempromosikan praktik kebersihan melalui peningkatan kesadaran masyarakat," ungkap Oki.
Oki pun membeberkan, Iffah telah terbukti melakukan upaya pemberdayaan masyarakat setempat untuk mengelola secara mandiri fasilitas air dan sanitasi yang telah dibangun.
"Ini adalah hal yang luar biasa dan terpuji. Kami sangat mengagumi kepedulian sanitasi anda atas komitmen dan kontribusi yang tulus terhadap kesejahteraan masyarakat lokal di Indonesia melalui air," ucap Oki.
Board Member World Water Council, Kyoto World Water Grand Prize 2024 Selection Committee Member, Ahmet Mete Saatci mengatakan, Iffah terpilih menjadi pemenang dari 70 peserta dari 30 negara yang mengajukan Kyoto World Water Grand Prize 2024.
Saatci menekankan bahwa proses seleksi telah dilakukan dengan ketat. Menurutnya, aspek komunitas budaya dan keberlanjutan telah membawa Iffah lolos sebagai pemenang Kyoto World Water Grand Prize 2024 hingga berhak mendapatkan dana hibah sebesar 2 juta yen atau sekitar Rp204 juta.
"Alasan kami memberikan mereka hadiah ini karena mereka dapat membangun infrastruktur lokal di daerah yang sangat miskin tanpa bantuan pemerintah, mereka pun mempromosikan kebersihan sanitasi, ini yang paling penting mereka memiliki manajemen pasca-proyek yang kami anggap sangat berkelanjutan," jelas Saatci.