Bisnis.com, SYDNEY - Australia memasang target ambisius dalam meningkatkan bauran energi terbarukan pada sistem kelistrikannya guna mencapai net zero emission pada 2050.
Pemerintah Australia menargetkan bauran energi terbarukan dapat meningkat dari 35% per 2023 menjadi 82% pada 2030. Artinya, Australia harus meningkatkan porsi energi hijaunya lebih dari dua kali lipat hanya dalam waktu 7 tahun.
Jenny McAllister, Assistant Minister for Climate Change and Energy Australia, mengamini bahwa target tersebut memang ambisius. Namun, dia optimistis target tersebut realistis untuk dicapai.
"Kami melihat bahwa kami bisa mencapai lebih dari 80% energi terbarukan di sistem kelistrikan dan kami pikir target itu ambisius, tetapi dapat dicapai," ujar McAllister saat ditemui di Sydney, dikutip Selasa (23/5/2024).
Untuk mencapai target tersebut, Australia akan mengurangi secara signifikan penggunaan pembangkit listrik berbasis fosil.
Baca Juga
Berdasarkan data Department of Climate Change, Energy, the Environtment and Water Australia, total pembangkitan listrik Australia memproduksi 273.106 gigawatt hour (GWh) pada 2023.
Energi fosil menyumbang 177.142 GWh atau 65% dari total pembangkitan listrik pada 2023. Porsi terbesar berasal dari batu bara, yakni 46% dari total pembangkitan.
Dalam draf Rencana Sistem Terintegrasi (Integrated System Plan) 2024 yang dikeluarkan oleh Australian Energy Market Operator (AEMO), seluruh pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) di Australia diproyeksikan akan ditutup operasinya pada 2038.
"Keniscayaan bahwa penggunaan bahan bakar fosil di sistem kelistrikan kami akan dikurangi. Proyeksi yang kami peroleh dari operator pasar energi kami, kontribusi pembangkit batu bara akan berkurang sangat signifikan antara sekarang hingga 2035," tutur McAllister.
McAllister menambahkan ada dua inisiatif kebijakan yang menjadi fokus pemerintah Australia dalam mengakselerasi pengembangan energi terbarukan, yakni terkait dengan transmisi dan pembangkitan.
"Yang keduanya dirancang untuk mendorong investasi yang diperlukan sehingga kita memiliki sistem energi yang aman dan terjangkau," imbuhnya.
Peluang Kerja Sama dengan Indonesia
Indonesia dan Australia memiliki tantangan yang hampir serupa dalam pengembangan energi terbarukan. Salah satunya terkait jaringan listrik yang belum tersambung seluruhnya untuk menghubungkan sumber potensi energi terbarukan dengan pusat kebutuhan energi.
Bila Indonesia menghadapi tantangan sulitnya menghubungkan jaringan listrik karena kondisi geografisnya berupa kepulauan, Australia dihadapkan pada kondisi wilayah daratan yang sangat luas sehingga menyambungkan jaringan listrik juga bukan perkara yang mudah.
"Kami juga tentu saja memiliki beberapa tempat yang sangat terpencil karena Australia adalah benua yang besar, kami memiliki masyarakat-masyarakat kecil yang jaraknya cukup jauh dari pusat ibu kota kami," kata McAllister.
Oleh karena itu, menurutnya, ada banyak peluang kerja sama bagi Australia dan Indonesia untuk saling berbagi pengetahuan.
"Kami sangat tertarik untuk bekerja sama dengan mitra Indonesia dalam hal ini, baik dari sisi pemerintah ke pemerintah maupun dari bisnis ke bisnis," tuturnya.
Selain itu, McAllister menambahkan bahwa Australia juga telah meluncurkan fasilitas pembiayaan investasi senilai AS$2 miliar untuk meningkatkan investasi di Asia Tenggara. Inisiatif ini dapat menjadi peluang untuk melihat lebih banyak keterlibatan bisnis ke bisnis antar Australia dan Indonesia.