Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai bahwa target pertumbuhan ekonomi Indonesia di era presiden terpilih periode 2024—2029 Prabowo Subianto, yakni 8%, masih realistis.
Menurutnya, selama beberapa tahun ke depan Indonesia seharusnya optimistis akan terjadinya perubahan geopolitik ke arah yang lebih baik.
"Tentu [realistis] dalam 2—3 tahun ke depan diharapkan dunia berubah, geopolitik berubah. Kalau geopolitik aman kan kita bisa memanfaaatkan bantalan fiskal yang selama ini dilakukan untuk subsidi," tuturnya kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Kamis (16/5/2024).
Oleh sebab itu, kata Airlangga pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang telah menyiapkan Rencana Pemerintah Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dengan pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan tinggi.
Penyebabnya, dia melanjutkan bahwa Jokowi hingga saat ini masih optimistis bahwa Indonesia dapat menjadi Negara maju.
"Kalau 2—3 tahun ke depan dalam memang dalam RPJMN itu kita kalau kita mau jadi negara maju kita harus bisa tumbuh di atas 6%, 7%, atau 8%," ucapnya.
Baca Juga
Kendati demikian, Airlangga mengamini bahwa kondisi geopolitik dan ekonomi global tetap harus menjadi salah satu perhatian pemerintah berikutnya dalam mengelola perekonomian.
Sehingga, berbagai upaya menurut Airlangga terus digenjot. Misalhnya, saat ini ada dua sektor yang bisa digenjot untuk pertumbuhan ekonomi, yaitu sektor industri digital dan semikonduktor.
Dia meyakini bahwa dua hal ini dimaksimalkan dan meneruskan hilirisasi mineral kritis, sehingga dapat membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami lompatan pesat.
"Kan tadi kita bahas ke depannya sektor digital dan semikonduktor membuat negara itu melonjak, leapfrog. Sekarang tentu yang Indonesia kuat itu critical mineral, itu yang kita dorong juga," pungkas Airlangga.
Sekadar informasi, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto memiliki target yang cukup tinggi untuk perekonomian Indonesia dengan harapan dapat menggenjot pertumbuhan ekonomi hingga 8%. Target tersebut diyakininya dapat direalisasi hanya dalam waktu 2—3 tahun ke depan saja.
Padahal, sepanjang masa pemerintahan Presiden Jokowi, pertumbuhan ekonomi tidak pernah berhasil mencapai target 7%, dengan capaian paling tinggi pada 2022, yakni 5,31%. Capaian itu pun turut dipengaruhi efek basis yang rendah (low based effect) pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya yang terdampak pandemi Covid-19.
Selama era reformasi pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak pernah menyentuh 7%, apalagi 8% seperti yang didambakan Prabowo. Pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi pada 2007, yakni mencapai 6,35%.
Apabila ditilik lebih jauh, pertumbuhan ekonomi hingga 8% pernah terjadi pada era orde baru, seperti pada 1973 sebesar 8,1%, 1977 sebesar 8,76%, dan 1980 sebesar 9,88%.