Filosofi Melukat
Secara filosofis, praktik Melukat mencerminkan pemahaman mengenai hubungan antara manusia dengan alam. Lewat tradisi ini, masyarakat juga dapat mencapai kesucian spiritual.
Selain sebagai sarana pembersihan diri, tradisi Melukat juga mengajarkan manusia mengenai pentingnya menjaga keseimbangan antara manusia dan alam.
Dengan menggunakan air suci dari mata air atau sungai yang dianggap sakral, ritual ini bakal mengingatkan manusia bahwa dirinya merupakan bagian dari alam dan harus hidup beriringan dengan harmoni lingkungan sekitarnya.
Di samping itu, tradisi Melukat juga mencerminkan transformasi diri. Dengan pembersihan diri secara spiritual, seseorang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran diri, mengatasi hambatan dalam perjalanan rohani, hingga mencapai tingkat keberkahan.
Atas dasar filosofi tersebut, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno menyampaikan, tradisi Melukat sejalan dengan makna gelaran World Water Forum ke-10 yang akan dilaksanakan pada 18-25 Mei 2024.
Sandiaga menuturkan, pihaknya akan secara maksimal menyiapkan berbagai macam dukungan untuk hajatan besar itu. Apalagi, tahun ini merupakan masa terakhir pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca Juga
“Di masa akhir pemerintahan Presiden Jokowi kita akan betul-betul menyiapkannya sebagai event to remember,” kata Sandi.
Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta ini menyebut, proses melukat sangat dekat dengan prinsip hidup yang dianut oleh masyarakat Bali mengenai Tri Hita Karana, di mana membangun hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, dengan sesama, serta dengan alam.
Selain itu, air merupakan sumber daya alam yang perlu dijaga kelestariannya. Mengingat air adalah sumber pendorong kehidupan untuk semua. Makna ini sejalan dengan misi yang ingin digaungkan dalam World Water Forum.