Bisnis.com, JAKARTA - Kinerja ritel pada kuartal II/2024 diprediksi bakal melandai seiring berakhirnya puncak konsumsi masyarakat dan kenaikan suku bunga acuan.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey memproyeksikan pertumbuhan pada kuartal II/2024 di kisaran 4-5% secara year-on-year (yoy). Angka tersebut lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ritel pada kuartal I/2024 mencapai 5-7% (yoy).
Roy membeberkan, proyeksi pertumbuhan yang melandai pada kuartal II/2024 dipicu berakhirnya puncak konsumsi masyarakat pada momentum Ramadan dan Idulfitri.
"Kuartal II pasti akan turun karena setelah Lebaran, di setiap tahunnya maka masyarakat mengencangkan ikat pinggang," ujar Roy, Selasa (7/5/2024).
Roy menjelaskan, masyarakat cenderung telah menghabiskan tunjangan hari raya (THR) mereka sebelum dan saat momentum Lebaran. Dengan begitu, masyarakat bakal menghemat pengeluaran untuk kebutuhan dana pendidikan pada Juni-Juli 2024.
Di sisi lain, kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia menjadi 6,25% dianggap bakal menggerus belanja masyarakat. Pasalnya, kata Roy, kenaikan suku bunga acuan ikut mengerek pengeluaran masyarakat untuk membayar cicilan karena bunga kredit yang meningkat.
Baca Juga
"Fluktuasi bunga perbankan membuat pertumbuhan di kuartal II/2024 lebih rendah, daripada kehilangan rumah dan motor lebih baik konsumsinya dikurangi," jelasnya.
Kendati begitu, Roy optimistis bahwa indeks keyakinan konsumen (IKK) akan tetap moderate seiring inflasi yang masih terkendali. Hal itu terlihat dari capaian pertumbuhan konsumsi rumah tangga di kuartal I/2024 mencapai 4,91% yoy atau tertinggi paca-pandemi Covid-19.
Menurutnya, pertumbuhan konsumsi di kuartal I/2024 yang moncer juga didorong oleh adanya momentum pemilihan umum (pemilu) yang terjadi pada Februari 2024. Adanya kebutuhan kampanye para kandidat kontestasi pemilu, kata dia, ikut berkontribusi terhadap tingkat konsumsi di periode tersebut.
Dia pun memperkirakan konsumi rumah tangga pada kuartal II/2024 masih akan tumbuh di kisaran 3,8%-4% yoy seiring berlalunya puncak konsumsi masyarakat.
"Pertumbuhan konsumsi di kuartal II akan turun, maka otomatis kinerja ritel juga akan turun di menjadi 4-5%, jadi lebih tipis marginnya," jelas Roy.