Bisnis.com, SEMARANG - Ekonom sekaligus Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro (Undip) FX Sugiyanto, mengungkapkan skenario terburuk apabila konflik Iran-Israel terus memuncak.
Selain menciptakan ketegangan di kawasan Timur Tengah, konflik itu diperkirakan bakal ikut mendongkrak biaya logistik dan energi.
"Melihat ekspor Jawa Tengah yang sebetulnya Eropa bukan negara tujuan terbesar, justru terbesar ke ASEAN, Tiongkok, Amerika Serikat, baru ke Eropa. Potensi kerugian ini baru akan terjadi bagi Indonesia dan Jawa Tengah pada produk tertentu," jelas Sugiyanto, Rabu (17/4/2024).
Sugiyanto menjelaskan eksportir akan menunda pengangkutan barang untuk menekan beban biaya pengiriman hingga beberapa bulan ke depan. Artinya, ada potensi keterlambatan dan pelemahan kinerja ekspor bagi Jawa Tengah.Ketegangan di kawasan Timur Tengah juga meningkatkan ancaman keamanan bagi kapal-kapal logistik yang membawa barang ekspor.
Selain terjadi penundaan, dia menilai biaya logistik dan asuransi pengiriman barang juga ikut meningkat. "Namun, dia menilai penundaan itu juga dilakukan untuk menghindari beban asuransi yang lebih besar.
Lebih lanjut, jika perkembangan konflik di Timur Tengah terus memanas, Sugiyanto menyebut harga energi di tingkat global bakal ikut bergejolak. Kinerja ekspor bakal kian melempem imbas membengkaknya biaya logistik dan pelemahan kurs Rupiah.
Baca Juga
"Dalam situasi seperti itu, memang dampaknya akan terasa hingga ke Jawa Tengah. Maka itu perlu diwaspadai. Kalau berkaitan dengan kurs, [intervensi pemerintah] pasti agak sulit. Tetapi, sementara ini dampak ekonominya belum terasa sekali karena menyangkut pada komoditas ekspor. Bukan komoditas pangan, misalnya," jelas Sugiyanto.
Selain mengamati perkembangan konflik dan pengaruhnya pada kinerja ekspor, Sugiyanto menyebut Jawa Tengah juga mesti mengambil langkah antisipasi untuk mengamankan pasokan pangan.Pada awal tahun ini, pemerintah sempat melakukan impor beras dalam jumlah besar untuk mengamankan pasokan.
Konflik di Timur Tengah dikhawatirkan bakal ikut mengganggu rantai distribusi pangan global yang semakin mengancam kondisi di dalam negeri.
"Asumsinya kalau [dinamika] harga pangan dan energi potensi [memicu] inflasi akan lebih besar, jangan sampai ada gangguan pasokan, kuncinya di situ," kata Sugiyanto saat dihubungi Bisnis.