Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina Patra Niaga tengah mengantisipasi tren pelemahan nilai tukar rupiah dan reli harga minyak mentah di tengah eskalasi konflik Iran-Israel pekan ini.
Manager Media dan Stakeholder Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari mengatakan perseroan tengah mengkaji situasi yang bekembang belakangan ihwal rebound harga minyak serta komponen produksi bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri lainnya.
“Pertamina Patra Niaga me-manage risiko kenaikan biaya akibat pelemahan nilai tukar dengan beberapa mitigasi seperti hedging nilai valas, efisiensi biaya distribusi, mencari sumber LPG dan BBM yang paling optimum,” kata Heppy saat dikonfirmasi, Selasa (16/4/2024).
Heppy mengatakan perseroan telah memitigasi fluktuasi harga minyak mentah serta komponen produksi BBM lainnya untuk menjaga operasional perusahaan.
“Pertamina Patra Niaga terus berkomitmen untuk menjaga pasokan BBM dan LPG nasional dan menyalurkan LPG dan BBM sesuai kebutuhan masyarakat,” tuturnya.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksikan subsidi dan kompensasi BBM serta LPG 3 kilogram (kg) bakal makin melebar dari asumsi APBN 2024 akibat konflik Iran vs Israel.
Baca Juga
Lewat simulasi yang disusun Kementerian ESDM dan PT Pertamina (Persero), apabila harga Indonesia Crude Price (ICP) parkir di level US$100 per barel dengan kurs Rp15.900 maka anggaran subsidi dan kompensasi BBM serta LPG 3 Kg bakal melebar ke Rp356,14 triliun dari pagu yang disiapkan dalam APBN tahun ini.
Perinciannya, subsidi BBM dan kompensasi BBM naik ke level Rp249,86 triliun dari asumsi APBN 2024 di level Rp160,91 triliun. Sementara, subsidi LPG 3 Kg naik menjadi Rp106,28 triliun dari asumsi APBN 2024 sebesar Rp83,27 triliun.
Direktur Jendral Migas Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, mengatakan kementeriannya belum membuka opsi penyesuaian harga BBM dan harga LPG di tengah kemungkinan reli harga minyak mentah dunia imbas eskalasi Iran vs Israel pekan ini.
“Sampai saat ini belum, karena menurut saya sebaiknya kita step by step dalam hal kebijakan, dalam hal persiapan kemungkinan terburuk kita lakukan,” kata Tutuka saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (16/4/2024).
Seperti diketahui, sensitivitas asumsi dasar ekonomi makro (ADEM) APBN mengikuti pola setiap kenaikan ICP US$1 per barel bakal berdampak pada kenaikan PNBP Rp1,8 triliun, kenaikan subsidi energi Rp1,7 triliun dan kompensasi energi mencapai Rp5,3 triliun.
Sementara, setiap kenaikan kurs rupiah Rp100 per dolar AS bakal berdampak pada PNBP sebesar Rp1,8 triliun, kenaikan subsidi energi Rp1,19 triliun dan kompensasi energi Rp3,89 triliun.